2.1. Definisi Korosi
Korosi
atau pengkaratan dikenal sebagai peristiwa kerusakan logam karena adanya faktor
metalurgi (pada material itu sendiri) dan reaksi kimia dengan lingkungannya
yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas suatu bahan logam. Bahan-bahan korosif
(yang dapat menyebabkan korosi) terdiri atas asam dan garam, seperti asam
klorida (HCl) dan natrium klorida (NaCl) yang digunakan sebagai medium korosif.
Korosi
berasal dari bahasa latin yaitu corrodere
yang berarti perusakan logam atau berkarat akibat dari reaksi terhadap
lingkungannya. Definisi korosi adalah proses degradasi/deteorisasi/perusakan
yang disebabkan oleh lingkungan di sekelilingnya.
Sebagai contoh rusaknya cat karet karena sinar matahari atau terkena bahan
kimia, mencairnya lapisan tungku pembuatan baja, dan serangan logam yang solid
oleh logam yang cair (liquid metal corrosion).
Korosi
merupakan peristiwa alam yang terjadi pada logam dan dapat mengakibatkan
kerusakan logam tersebut. Definisi korosi ialah penurunan kualitas logam yang
disebabkan oleh adanya proses elektrokimia dengan lingkungannya. Ketahanan
korosi suatu material dapat ditinjau dari berbagai aspek yaitu aspek metalurgi,
aspek elektrokimia, aspek fisik dan kimia, aspek termodinamik. Aspek
elektrokimia, ialah termasuk proses korosi basah terjadi karena hadirnya suatu
elektrolit, sedangkan proses korosi kering terjadi tanpa kehadiran elektrolit. Korosi
basahmerupakan proses elektrokimia yang terjadi karena adanya perbedaan
potensial antara dua permukaan logam yang mengakibatkan permukaan berpotensial
lebih rendah teroksidasi, dengan demikian terjadilah korosi. Untuk mendukung
terjadinya korosi basah ada tiga faktor yang mempengaruhi yaitu :
1) Adanya konduktansi listrik pada anoda dan
katoda.
2) Adanya perbedaan potensial antara dua
bagian permukaan logamyakni anoda .
3) Hadirnya elektrolit.
Dapat
disimpulkan bahwa korosi merupakan proses terjadinya reaksi antara bahan
konstruksi dengan lingkungannya yang menghasilkan produk baru, pada umumnya
produk yang dihasilkan tidak menguntungkan. Produk baru ini dalam kehidupan
sehari-hari disebut dengan karat (Fe2O3.H2O), yang ditandai dengan perubahan warna menjadi coklat kekuningan
pada logam. Adapun definisi korosi dari pakar lain.
1) Perusakan material tanpa perusakan
mekanis.
2) Kebalikan dari metalurgi ekstraktif.
3) Proses elektrokimia dalam mencapai
kesetimbangan termodinamika suatu sistem. Jadi korosi adalah atau merupakan sistem termodinamika logam dengan lingkungan yang
berusaha mencapai keseimbangan.
Secara garis besar faktor-faktor
yang mempengaruhi cepat atau lambatnya suatu proses korosi adalah, antara lain
material konstruksi, kondisi lingkungan atau media, bentuk konstruksi, dan fungsi
konstruksi. Korosi tidak dapat dicegah tetapi lajunya dapat dikurangi. Berbagai
cara telah dilakukan untuk mengurangi laju korosi, salah satunya dengan
pemakaian inhibitor. Sejauh ini penggunaan inhibitor merupakan salah satu cara
yang paling efektif untuk mencegah korosi, karena biayanya yang relatif murah
dan prosesnya yang sederhana. Inhibitor korosi dapat didefinisikan sebagai
suatu zat yang apabila ditambahkan dalam jumlah sedikit ke dalam lingkungan
akan menurunkan serangan korosi lingkungan terhadap logam. Biasanya proses
korosi logam berlangsung secara elektrokimia yang terjadi secara simultan pada
daerah anoda dan katoda. Inhibitor biasanya ditambahkan dalam jumlah sedikit,
baik secara kontinu maupun periodik menurut suatu selang waktu tertentu.
Korosi
merupakan suatu permasalahan dalam dunia teknik karena menghasilkan produk yang
merugikan. Ilmu yang mendalami korosi adalah suatu usaha pengendalian agar laju
korosi dapat diminimalisir walaupun tidak dapat dihentikan. Caranya adalah
dengan pengendalian secara preventif supaya menghambat serangan korosi. Cara
ini lebih baik daripada memperbaiki secara represif yang biayanya akan jauh
lebih besar.
2.2. Proses Terjadinya Korosi
1)
Korosi Proses Kimia
Merupakan serangan korosi secara
langsung, tanpa adanya aliran listrik pada logam. Contohnya adalah berkaratnya
baja dalam udara terbuka. Korosi oleh proses
kimia biasanya menyebar secara merata pada seluruh permukaan logam.
2)
Korosi Elektro Kimia
Permukaan logam akan terbentuk daerah anoda dan katoda, yang satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh
jarak tertentu. Karena potensial anoda tinggi derajatnya dibanding potensial katoda, maka akan terjadi
arus listrik diantara kedua elektroda tersebut, elektron-elektron akan
berpindah dari anoda ke katoda, sehingga anoda larut dan katoda mendapat
perlindungan. electrochemical process terdiri dari 4 komponen utama
yaitu:
a)
Anode (Anoda)
Anoda biasanya
terkorosi dengan melepaskan elektron dari atom logam netral untuk membentuk
ionion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin tetap tinggal dalam larutan atau
bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut. Reaksi pada anoda dapat
dituliskan dengan persamaan:
M MZ+ + ze-
dengan z
adalah valensi logam dan umumnya z = 1, 2, atau 3
b) Cathode (Katoda)
Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin
menderita kerusakan dalam kondisi-kondisi tertentu. Reaksi yang terjadi pada
katoda berupa reaksi reduksi. Reaksi pada katoda tergantung pada pH larutan
yang bersangkutan, seperti:
1) pH
< 7 : H+ + e- H ( atom )
2H H2 ( gas )
2) pH ≥ 7 : 2H2O + O2 +
4e- 4OH
c) Elektrolit
Elektrolit adalah larutan yang mempunyai sifat menghantarkan
listrik. Elektrolit dapat berupa larutan asam, basa dan larutan garam. Larutan elektrolit mempunyai peranan penting
dalam korosi logam karena larutan ini dapat menjadikan kontak listrik antara
anoda dan katoda. Elektrolit kuat contohnya adalah asam klorida atau yang dikenal
sebagai HCl, elektrolit lemah contohnya CH3COOH atau yang dikenal
dengan nama dagang asam cuka.
d) Anoda dan Katoda harus terhubung secara
elektris
Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus
dalam sel korosi dapat mengalir. Hubungan secara fisik tidak diperlukan jika
anoda dan katoda merupakan bagian dari logam yang sama.
3) Korosi Biologi
Korosi yang disebabkan oleh adanya
proses biologis. Korosi oleh mikrobiologi merupakan korosi yang disebabkan oleh
mikroorganisme khususnya oleh bakteri, yang disebut juga dengan MIC (Microbiologically
Influenced Corrosion). Korosi tipe ini
terjadi pada kondisi pH netral, yaitu pH
antara 4 sampai 9 dengan suhu lingkungan antara 10° C hingga 50°C. Korosi jenis
ini biasanya terjadi pada tempat-tempat yang berasal dari logam dengan kondisi
konstan misalnya baja karbon, stainless steel dan logam paduan
aluminiun-tembaga.
Korosi jenis ini cukup berbahaya karena
dapat terjadi pada kondisi normal tidak seperti jenis lain yang terjadi karena
kondisi asam atau lainnya. Awal kemunculan dari MIC sering tidak terduga karena
dapat muncul pada temperatur lingkungan atau larutan tidak pekat dimana pada
umumnya laju korosi rendah. Ciri khas munculnya MIC adalah adanya endapan yang
berlebihan atau terjadi penebalan lapisan (gumpalan).
Berikut ini adalah jenis-jenis mikroorganisme penyebab
terjadinya korosi. Mikroorganisme tersebut dapat hadir pada kondisi aerob, maupun pada
kondisi anaerob. Kondisi aerob merupakan kondisi dimana dengan ketersediaan
oksigen yang melimpah, sebaliknya kondisi anaerob merupakan kondisi dengan
tanpa adanya oksigen.
2.3.
Jenis-Jenis Korosi
1) Galvanic
atau Bimetalic Corrosion
Galvanic atau bimetalic corrosion adalah jenis korosi yang
terjadi ketika dua macam logam yang berbeda berkontak secara langsung dalam
media korosif. Pada kasus ini terbentuk sebuah sel galvanik, dengan logam yang
berpotensial korosi lebih tinggi sebagai anoda dan logam yang berpotensial korosi
lebih rendah sebagai katoda.
2) Cerevice
Corrosion
Cerevice corrosion termasuk jenis
korosi lokal. Jenis korosi ini terjadi pada celah-celah konstruksi, seperti pada
kaki-kaki konstruksi, drum maupun tabung gas. Korosi jenis ini juga dapat
dilihat pada celah antara tube dari Heat Exchanger
dengan tube sheet-nya. Tipe korosi ini dapat terjadi
akibat terjebaknya sejumlahelektrolit sebagai
lingkungan korosif pada celah-celah yang terbentuk.
3) Pitting Corrosion
Pitting corrosion
juga termasuk korosi lokal. Jenis korosi ini mempunyai bentuk khas yaitu
seperti sumur, sehingga disebut korosi sumuran. Arah perkembangan korosi tidak
menyebar ke seluruh permukaaan logam melainkan menusuk ke arah ketebalan logam.
Akibatnya konstruksi mengalami kebocoran. Walaupun tidak sampai habis
terkorosi, konstruksi tidak dapat beroperasi optimal, bahkan mungkin tidak
dapat dipergunakan lagi karena kebocoran yang timbul. Korosi ini sering terjadi
pada stainless steel, terutama pada
lingkungan yang tidak bergerak (stasioner) dan non-oksidator (tidak mengandung
oksigen). Pitting corrosion sering
terjadi pada stainless steel,
terutama pada lingkungan yang tidak bergerak (stasioner) dan non-oksidator
(tidak mengandung oksigen).
4) Intergranular Corrosion
Jenis korosi ini termasuk korosi lokal.
Korosi terjadi pada batas-batas butir logam. Hal ini dapat terjadi karena
tingginya tingkat energi dari daerah batas butir dibandingkan dengan dari
daerah pada dalam butir kristal. Korosi ini sering terjadi pada daerah sekitar
las-lasan yang biasa disebut dengan Heat
Affected Zone (HAZ).
5) Selective Leaching
Corrosion
Selective leaching
corrosion adalah korosi berupa
pelarutan unsur-unsur tertentu dari paduan logam. Akibatnya struktur menjadi
rapuh karena keropos. Contoh korosi ini adalah peristiwa dezincification (yaitu penghilangan unsur seng saja), terjadi pada
logam paduan antara seng dengan tembaga (kuningan atau brass). Walaupun tidak
sampai habis terkorosi, konstruksi tidak dapat beroperasi optimal, bahkan
mungkin tidak dapat dipergunakan lagi.
6) Erosion/Abrassion Corrosion
Erosion/Abrassion
corrosion
adalah proses korosi yang bersamaan dengan erosi/abrasi. Korosi jenis ini
biasanya menyerang peralatan yang lingkungannya adalah fluida yang bergerak,
seperti aliran dalam pipa ataupun hantaman dan gerusan ombak ke kaki-kaki
jetty. Keganasan fluida korosif yang bergerak diperhebat oleh adanya dua fase
atau lebih dalam fluida tersebut, misalnya adanya fase liquid dan gas secara
bersamaan, adanya fase liquid dan solid secara bersamaan ataupun adanya fase
liquid, gas dan solid secara bersamaan. Kavitasi adalah contoh erosion corrosion pada peralatan yang berputar di lingkungan fluida yang
bergerak, seperti impeller pompa dan
sudu-sudu turbin. Erosion/ Abrassion
corrosion juga terjadi di saluran gas-gas hasil pembakaran.
7) Stress Corrosion Cracking (SCC)
Stress
corrosion cracking adalah cracking akibat adanya stress dan terjadinya
korosi secara bersamaan. Korosi jenis ini hanya terjadi jika kedua unsur
penyebabnya (yaitu stress dan lingkungan korosif) berada secara bersama-sama.
SCC tidak akan ada kalau hanya ada stress atau hanya ada lingkungan korosif
saja. Tipe korosi model SCC ini biasanya terjadi pada stainless steel. Hal ini
disebabkan karena ketika terjadi korosi, pada permukaan logam terbentuk lapisan
corrosion product berupa Cr2O3 yang merupakan bahan
keramik. Ketika ada stress, maka
lapis keramik tersebut tidak tahan sehingga pecah. Akibatnya, permukaan logam
tidak lagi terlapisi oleh keramik dan terekspos kembali pada lingkungan yang
korosif, sehingga kembali terkorosi dan membentuk lapisan oksida baru, yang
selanjutnya pecah lagi oleh stress.
Demikian seterusnya, sehingga terjadilah crack
atau SCC yang dapat mengakibatkan pecahnya peralatan. Kegagalan peralatan
begitu cepat dari sejak proses awal terjadinya SCC. Kecepatan perengkahan atau crack bisa mencapai kecepatan suara.
8) Differential Aeration Corrosion
Differential
aeration corrosion adalah jenis korosi lokal akibat perbedaan
konsentrasi oksigen dalam lingkungan korosif. Jenis korosi ini dapat dilihat
misalnya pada paku yang tertancap di dinding. Bagian luar, yang berhubungan
dengan lebih banyak oksigen (udara), kelihatan masih bagus; Sementara bagian
dalam yang tertancap di dinding, yang kurang berhubungan dengan oksigen
(udara), sudah terkorosi dengan hebat dan lapuk.
9) Fretting Corrosion
Fretting
corrosion
adalah korosi yang terjadi pada konstruksi yang bergerak dengan mengalami
gesekan. Jenis korosi ini biasa terjadi pada sumbu yang berputar dan
bergesekan. Material logam yang berputar dan tergesek tersebut mengalami
keausan akibat gesekan dan mengalami korosi secara bersamaan. Karena sempitnya clearance maka corrosion product ikut
berputar bersama logam yang terkorosi. Korosi jenis ini mengakibatkan
konstruksi menjadi longgar, menambah clearance
ataupun mengurangi tingkat kedapnya packing
atau sealing.
10) Filiform Corrosion
Filiform
corrosion
adalah korosi yang berbentuk seperti cabang-cabang di permukaan logam yang
tertutupi cat. Karateristik korosi jenis ini ialah bentuknya yang menyebar di
permukaan logam dengan arah perkembangan korosi horizontal sepanjang permukaan
logam dan tidak mengarah ke kedalaman logam.
11) Corrosion Fatique
Corrosion
fatique
adalah korosi sebagai akibat dari adanya lingkungan yang korosif dan tegangan luar yang berupa cyclic stress secara
bersamaan. Syarat terjadinya corrosion fatique adalah sama
seperti SCC, yaitu
harus ada lingkungan yang bersifat korosif dan cyclic stress secara bersamaan.
12) Hydrogen Attack
Hydrogen
attack
mengakibatkan logam menjadi rapuh akibat penetrasi hidrogen ke kedalaman logam.
Peristiwa perapuhan ini biasa disebut dengan hydrogen embrittlement. Logam juga bisa retak oleh invasi
hidrogen.
13) Microbiological Corrosion
Mikribiologi dapat menyebabkan korosi, baik secara
aktif melalui kegiatannya, maupun secara pasif melalui keberadaannya. Aktifitas
mikroba dapat menghasilkan senyawa yang korosif akan mengkorosikan logam.
Ada mikroba yang dapat hidup pada lingkungan aerobik
14) Dew Point Corrosion
Dew point corrosion adalah korosi yang biasa terjadi selama
masa shut-down pada economizer atau
bagian lain dari boiler.
2.4.
Inhibitor Korosi
Inhibitor terbagi dua yaitu inhibitor organik dan
inhibitor anorganik. Inhibitor organik yaitu inhibitor yang berasal dari bagian
tumbuhan yang mengandung tanin. Tanin merupakan zat kimia yang terdapat pada
daun, akar, kulit, buah, dan batang tumbuhan. Senyawa ekstrak bahan alam yang
dijadikan inhibitor harus mengandung atom N, O, P, S, dan atom-atom yang
memiliki pasangan elektron bebas. Unsur-unsur yang mengandung pasangan elektron
bebas ini nantinya dapat berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa
kompleks. Salah satu jenis tumbuhan yang mengandung tanin adalah teh (Camelia
sinensis) yang terletak pada bagian daunnya. Sedangkan inhibitor anorganik
adalah inhibitor yang diperoleh dari mineral-mineral yang tidak mengandung unsur
karbon dalam senyawanya. Material dasar dari inhibitor anorganik antara lain
kromat, nitrit, silikat, dan pospat. Inhibitor anorganik bersifat sebagai
inhibitor anodik karena inhibitor ini memiliki gugus aktif, yaitu anion negatif
yang berguna untuk mengurangi korosi. Senyawa-senyawa ini juga sangat berguna
dalam aplikasi pelapisan antikorosi, tetapi mempunyai kelemahan utama, yaitu bersifat
toksik. Daun teh mengandung senyawa tanin berkisar antara 7—15%. Senyawa tanin
yang ada dalam daun teh inilah yang dapat berfungsi sebagai inhibitor.
Salah satu mekanisme kerja inhibitor korosi adalah
melalui pembentukan lapisan molekul-molekul tunggal dari inhibitor yang
teradsorpsi pada permukaan logam. Inhibitor korosi yang mampu membentuk lapisan
seperti itu antara lain adalah senyawa karbon yang mengandung gugus merkapto,
amina, dan/atau tiokarbamida. Kemampuan inhibisi senyawa karbon didasarkan pada
kekuatan adsorpsi terhadap permukaan logam.
Sistein adalah salah satu asam amino yang berpotensi
sebagai inhibitor korosi logam. Beberapa asam amino telah dilaporkan memiliki
efisiensi inhibisi tinggi pada korosi besi, tembaga, paduan Cu-Ni, dan paduan
Pb-Ca-Sn. Mekanisme inhibisi yang terjadi umumnya melalui pembentukan lapisan
tipis yang teradsorpsi pada permukaan logam secara fisiosorpsi atau kemisorpsi.
Akan tetapi, mekanisme yang diajukan tidak membahas secara faktual tentang
peran dari masing-masing gugus fungsi yang terkandung dalam sistein.
2.5. Satuan Laju Korosi
Laju
korosi biasanya dinyatakan dengan dua cara, yaitu: berdasarkan kedalaman penetrasi dan
berdasarkan jumlah berat yang hilang. Bebarapa besaran laju korosi yang umum
digunakan adalah sebagai berikut. berdasarkan kedalaman penetrasi dan
berdasarkan jumlah berat yang hilang. Bebarapa besaran laju korosi yang umum
digunakan adalah sebagai berikut:
1) IPY = Penetrasi dalam satuan in. per year
2) MPY = Penetrasi dalam satuan mil per year
3) IPM = Penetrasi dalam satuan in. per mounth
4) MMPY = Penentrasi dalam satuan milimeter per year
5) GMD = Gram per meter squere per day
6) MDD = Miligram per desimeter squere per day
Satuan ini menyatakan
besarnya penetrasi atau kehilangan berat dari logam tanpa mengikuti sertakan
produk korosi yang masih melekat pada permukaan atau yang sudah terlarut.
2.5. Penanggulangan Korosi
Korosi dapat dikendalikan dengan melakukan pendekatan agar
mendapatkan solusi. Ada beberapa macam metode solusi pengendalian korosi antara
lain:
1) Penggunaan Bahan Tahan Karat
Material Baja merupakan bahan logam yang banyak dipakai dalam industri konstruksi. Karena sifatnya mudah berkarat, maka sebagai penggantinya dipilih bahan baja paduan yang tahan terhadap
korosi. Jenis logam
yang banyak digunakan
sebagai paduan (campuran) untuk baja adalah chrom (Cr), Tembaga (Cu), Nikel (Ni), Vanadium (V), Molybdenum
(Mo), dan Titanium
(Ti). Penggunaan baja paduan (alloy steel)
yang sangat mahal,tergantung
dari keadaan lingkungan serta biaya yang disediakan. Jenisbaja ini hanya bergantung pada pemakaian di tempat yang
suhunya sangat tinggi atau di lingkungan yang sangat korosif. Selain baja mutu
tinggi, sekarang
banyak dipakai bahan lain yang tahan karat, seperti PVC, AC, HDPE dan lain–lain. Bahan–bahan tersebut umumnya digunakan sebagai pengganti pipa baja yang tertanam di dalam tanah, untuk
mengalirkan zat cair.
2) Pemakaian Lapis Pelindung
Dalam dunia teknik, biasanya terdapat materi yang dilapisi
dengan pelindung agar tahan dari korosi. Tujuannya supaya bahan atau materi yang
dipakai dapat bertahan lebih lama dan mengurangi kemungkinan korosi dini.
Material atau bahan yang umum dipakai sebagai lapis pelindung baja antara lain.
a)
Pengecatan/cat khusus
b)
Melumuri dengan oli atau minyak
c)
Melapisi dengan plastik
d)
Melapisi dengan timah (Tin Platting)
e)
Melapisi dengan krom (Chroming Platting)
f)
Mortar (adukan) beton
g)
Lapis logam tahan korosi
Masing-masing material atau bahan di atas mempunyai kelebihan
dan kekurangan, serta pemakaiannya tergantung dari lingkungan serta fungsi konstruksi
yang dilindungi. Daya tahan lapis pelindung tergantung dari ketahanan dasar
serta daya lekatnya pada permukaan baja. Cat merupakan lapis pelindung yang
mudah rusak oleh suhu tinggi, oleh karena itu cat hanya digunakan pada suhu
yang lebih rendah dari titik didih air. Agar cat dapat melekat dengan baik maka
bahan yang akan dilindungi harus dibersihkan permukaannya dari kotoran sepert
debu, karat, minyak, dan lain sebagainya. Di samping itu daya lekat cat dapat
ditingkatkan dengan mengkasarkan permukaan baja, karena dapat memperluas bidang
kontak yang akan dilindungi. Pengkasaran permukaan dilakukan dengan cara
penyemprotan dengan pasir silika (sand
blasting). Setelah itu permukaan baja mulai dicat dengan urutan sebagai
berikut:
a) Cat Dasar (Primer)
Lapisan cat primer ini berfungsi untuk menutup permukaan baja, mencegah serangan korosi serta menjamin pelekatan yang baik
untuk lapisan cat berikutnya. Untuk primer, warna serta mengkilatnya cat tidak
diperlukan, baru pada lapis cat akhir diperlukan kekerasan serta warna yang baik.
b) Cat Antara (Intermediate Coat)
Lapisan antara harus cukup tebal (sebagai pelindung cat dasar),
tahan terhadap
zat kimia agresif yang dapat merusak bahan atau materi lain dan merupakan lapis pengikat yang merata yang terletak diantara cat
dasar (primer) dengan
cat akhir (finishing coat).
c) Cat Akhir (Finish Coat)
Karena langsung terlihat, maka cat ini harus mempunyai warna
yang menarik,
tahan terhadap zat kimia, permukaannya halus dan licin agar mudah dibersihkan. Pencegahan korosi dengan cara pengecatan, umumnya
digunakan pada
bangunan baja untuk industri, jembatan rangka baja, jembatan komposit gelagar baja lantai beton. Pada jembatan komposit dengan
pengecatan yang mengikuti peraturan, yaitu pembersihan permukaan diikuti dengan
lapisan cat dasar,
cat antara dan kemudian finish coat,
akan mempunyai daya tahan paling baik terhadap korosi, yaitu derajat korosinya hanya 0 sampai 1%.
Menurut pengamatan di lapangan, jembatan yang hanya dicat dengan
finish coat saja tanpa dengan
primer, derajat korosinya bertambah sampai dengan 15%. Jembatan–jembatan
yang menggunakan cat dasar, keadaannya lebih baik daripada jembatan yang menggunakan finish coat saja,
hal ini disebabkan
oleh primer yang dapat mencegah serangan korosi. Walaupun perlindungan dengan cat banyak digunakan tetapi umurnya
terbatas, hanya maksimum tujuh tahun, sehingga secara periodik harus dilakukan
pengecatan ulang.
Melumuri besi dengan minyak oli, salah satu cara yang banyak digunakan untuk melindungi besi/baja pada perkakas dan
mesin-mesin sehingga bisa mengurangi atau menahan daripada serangan korosi. Melapisi
besi/baja dengan
plastik akan mencegah kontak antara besi dengan air dan uap air.
Perlindungan dengan cara ini biasanya dilakukan pada rak piring,
rantai besi
pagar dan lain lain. Pelapisan dengan timah (Tin Platting) digunakan karena timah termasuk logam tahan korosi. Pelapisan timah di
gunakan untuk melapisi
besi pada kaleng-kaleng kemasan makanan, missal susu kaleng, kelamahan sistem ini ini adalah cara pelindungannya hanya
efektif selama lapisan timah masih utuh atau tidak rusak, misalnya
tergores. Pelapisan dengan Krom (Chroming Platting),
pelapisan dengan krom selain berfungsi melindungi besi/baja dari korosi, juga dapat memperbagus penampilan karena
krom bersifat mengilapkan. Mortar
(adukan) beton sebagai pelapis pelindung, umumnya digunakan pada bangunan baja yang berada di lingkungan air.
Mortar beton dapat
dipakai untuk menutup bagian baja yang berada di atas elevasi terendah air surut.
Adukan beton dibuat dari campuran batu pecah halus, pasir dan
semen dari jenis
yang cepat mengeras. Telah diketahui bahwa mortar beton merupakan medium yang alkalis (basa), dimana dalam medium ini baja menjadi
pasif terhadap
korosi atau dengan kata lain dalam suasana basa, baja tidak akan terserang korosi. Untuk perlindungan korosi dapat juga dilakukan
pelapisan baja dengan logam. Yang telah dikenali adalah, beberapa cara
pelapisan seng (Zn) pada
baja, antara lain:
1) Pelapisan dengan seng secara elektrolisis
2) Mencelupkan
bahan baja kedalam cairan seng panas (hotdip
galvanizing). Sistim ini dipakai pada jembatan rangka baja buatan Inggris,
Australia atau Nederland.
3) Pelapisan baja dengan cara pengecatan dengan zinc rich paint.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar