Halaman

Total Tayangan Halaman

Rabu, 11 Maret 2015

KOROSI

2.1. Definisi Korosi
Korosi atau pengkaratan dikenal sebagai peristiwa kerusakan logam karena adanya faktor metalurgi (pada material itu sendiri) dan reaksi kimia dengan lingkungannya yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas suatu bahan logam. Bahan-bahan korosif (yang dapat menyebabkan korosi) terdiri atas asam dan garam, seperti asam klorida (HCl) dan natrium klorida (NaCl) yang digunakan sebagai medium korosif.
Korosi berasal dari bahasa latin yaitu corrodere yang berarti perusakan logam atau berkarat akibat dari reaksi terhadap lingkungannya. Definisi korosi adalah proses degradasi/deteorisasi/perusakan yang disebabkan oleh lingkungan di sekelilingnya. Sebagai contoh rusaknya cat karet karena sinar matahari atau terkena bahan kimia, mencairnya lapisan tungku pembuatan baja, dan serangan logam yang solid oleh logam yang cair (liquid metal corrosion).
Korosi merupakan peristiwa alam yang terjadi pada logam dan dapat mengakibatkan kerusakan logam tersebut. Definisi korosi ialah penurunan kualitas logam yang disebabkan oleh adanya proses elektrokimia dengan lingkungannya. Ketahanan korosi suatu material dapat ditinjau dari berbagai aspek yaitu aspek metalurgi, aspek elektrokimia, aspek fisik dan kimia, aspek termodinamik. Aspek elektrokimia, ialah termasuk proses korosi basah terjadi karena hadirnya suatu elektrolit, sedangkan proses korosi kering terjadi tanpa kehadiran elektrolit. Korosi basahmerupakan proses elektrokimia yang terjadi karena adanya perbedaan potensial antara dua permukaan logam yang mengakibatkan permukaan berpotensial lebih rendah teroksidasi, dengan demikian terjadilah korosi. Untuk mendukung terjadinya korosi basah ada tiga faktor yang mempengaruhi yaitu :
   1) Adanya konduktansi listrik pada anoda dan katoda.
   2) Adanya perbedaan potensial antara dua bagian permukaan logamyakni anoda .
   3)  Hadirnya elektrolit.
Dapat disimpulkan bahwa korosi merupakan proses terjadinya reaksi antara bahan konstruksi dengan lingkungannya yang menghasilkan produk baru, pada umumnya produk yang dihasilkan tidak menguntungkan. Produk baru ini dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan karat (Fe2O3.H2O), yang ditandai dengan perubahan warna menjadi coklat kekuningan pada logam. Adapun definisi korosi dari pakar lain.
   1) Perusakan material tanpa perusakan mekanis.
   2) Kebalikan dari metalurgi ekstraktif.
   3) Proses elektrokimia dalam mencapai kesetimbangan termodinamika suatu sistem. Jadi korosi adalah atau merupakan sistem termodinamika logam dengan lingkungan yang berusaha mencapai keseimbangan.
            Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya suatu proses korosi adalah, antara lain material konstruksi, kondisi lingkungan atau media, bentuk konstruksi, dan fungsi konstruksi. Korosi tidak dapat dicegah tetapi lajunya dapat dikurangi. Berbagai cara telah dilakukan untuk mengurangi laju korosi, salah satunya dengan pemakaian inhibitor. Sejauh ini penggunaan inhibitor merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah korosi, karena biayanya yang relatif murah dan prosesnya yang sederhana. Inhibitor korosi dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang apabila ditambahkan dalam jumlah sedikit ke dalam lingkungan akan menurunkan serangan korosi lingkungan terhadap logam. Biasanya proses korosi logam berlangsung secara elektrokimia yang terjadi secara simultan pada daerah anoda dan katoda. Inhibitor biasanya ditambahkan dalam jumlah sedikit, baik secara kontinu maupun periodik menurut suatu selang waktu tertentu.
Korosi merupakan suatu permasalahan dalam dunia teknik karena menghasilkan produk yang merugikan. Ilmu yang mendalami korosi adalah suatu usaha pengendalian agar laju korosi dapat diminimalisir walaupun tidak dapat dihentikan. Caranya adalah dengan pengendalian secara preventif supaya menghambat serangan korosi. Cara ini lebih baik daripada memperbaiki secara represif yang biayanya akan jauh lebih besar.
2.2. Proses Terjadinya Korosi
   1) Korosi Proses Kimia
Merupakan serangan korosi secara langsung, tanpa adanya aliran listrik pada logam. Contohnya adalah berkaratnya baja dalam udara terbuka. Korosi oleh proses kimia biasanya menyebar secara merata pada seluruh permukaan logam.
    2) Korosi Elektro Kimia
Permukaan logam akan terbentuk daerah anoda dan katoda, yang satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh jarak tertentu. Karena potensial anoda tinggi derajatnya dibanding potensial katoda, maka akan terjadi arus listrik diantara kedua elektroda tersebut, elektron-elektron akan berpindah dari anoda ke katoda, sehingga anoda larut dan katoda mendapat perlindungan. electrochemical process terdiri dari 4 komponen utama yaitu:
a)   Anode (Anoda)
        Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektron dari atom logam netral untuk membentuk ionion yang bersangkutan. Ion-ion ini mungkin tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut. Reaksi pada anoda dapat dituliskan dengan persamaan:
M            MZ+ + ze-                                 
   dengan z adalah valensi logam dan umumnya z = 1, 2, atau 3
b)   Cathode (Katoda)
Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin menderita kerusakan dalam kondisi-kondisi tertentu. Reaksi yang terjadi pada katoda berupa reaksi reduksi. Reaksi pada katoda tergantung pada pH larutan yang bersangkutan, seperti:
1) pH < 7  :     H+ + e-                  H ( atom )                             
                        2H                  H2 ( gas )
2) pH 7 :      2H2O + O2 + 4e-                4OH                        
   c) Elektrolit
Elektrolit adalah larutan yang mempunyai sifat menghantarkan listrik. Elektrolit dapat berupa larutan asam, basa dan larutan garam.  Larutan elektrolit mempunyai peranan penting dalam korosi logam karena larutan ini dapat menjadikan kontak listrik antara anoda dan katoda. Elektrolit kuat contohnya adalah asam klorida atau yang dikenal sebagai HCl, elektrolit lemah contohnya CH3COOH atau yang dikenal dengan nama dagang asam cuka.
d)  Anoda dan Katoda harus terhubung secara elektris
Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus dalam sel korosi dapat mengalir. Hubungan secara fisik tidak diperlukan jika anoda dan katoda merupakan bagian dari logam yang sama.
3) Korosi Biologi
            Korosi yang disebabkan oleh adanya proses biologis. Korosi oleh mikrobiologi merupakan korosi yang disebabkan oleh mikroorganisme khususnya oleh bakteri, yang disebut juga dengan MIC (Microbiologically Influenced Corrosion).  Korosi tipe ini terjadi pada kondisi pH  netral, yaitu pH antara 4 sampai 9 dengan suhu lingkungan antara 10° C hingga 50°C. Korosi jenis ini biasanya terjadi pada tempat-tempat yang berasal dari logam dengan kondisi konstan misalnya baja karbon, stainless steel dan logam paduan aluminiun-tembaga.
         Korosi jenis ini cukup berbahaya karena dapat terjadi pada kondisi normal tidak seperti jenis lain yang terjadi karena kondisi asam atau lainnya. Awal kemunculan dari MIC sering tidak terduga karena dapat muncul pada temperatur lingkungan atau larutan tidak pekat dimana pada umumnya laju korosi rendah. Ciri khas munculnya MIC adalah adanya endapan yang berlebihan atau terjadi penebalan lapisan (gumpalan).
Berikut ini adalah jenis-jenis mikroorganisme penyebab terjadinya korosi. Mikroorganisme tersebut dapat hadir pada kondisi aerob, maupun pada kondisi anaerob. Kondisi aerob merupakan kondisi dimana dengan ketersediaan oksigen yang melimpah, sebaliknya kondisi anaerob merupakan kondisi dengan tanpa adanya oksigen.
2.3. Jenis-Jenis Korosi
   1) Galvanic atau Bimetalic Corrosion
         Galvanic atau bimetalic corrosion adalah jenis korosi yang terjadi ketika dua macam logam yang berbeda berkontak secara langsung dalam media korosif. Pada kasus ini terbentuk sebuah sel galvanik, dengan logam yang berpotensial korosi lebih tinggi sebagai anoda dan logam yang berpotensial korosi lebih rendah sebagai katoda.
   2) Cerevice Corrosion
Cerevice corrosion termasuk jenis korosi lokal. Jenis korosi ini terjadi pada celah-celah konstruksi, seperti pada kaki-kaki konstruksi, drum maupun tabung gas. Korosi jenis ini juga dapat dilihat pada celah antara tube dari Heat Exchanger dengan tube sheet-nya. Tipe korosi ini dapat terjadi akibat terjebaknya sejumlahelektrolit sebagai lingkungan korosif pada celah-celah yang terbentuk.
   3) Pitting Corrosion
         Pitting corrosion juga termasuk korosi lokal. Jenis korosi ini mempunyai bentuk khas yaitu seperti sumur, sehingga disebut korosi sumuran. Arah perkembangan korosi tidak menyebar ke seluruh permukaaan logam melainkan menusuk ke arah ketebalan logam. Akibatnya konstruksi mengalami kebocoran. Walaupun tidak sampai habis terkorosi, konstruksi tidak dapat beroperasi optimal, bahkan mungkin tidak dapat dipergunakan lagi karena kebocoran yang timbul. Korosi ini sering terjadi pada stainless steel, terutama pada lingkungan yang tidak bergerak (stasioner) dan non-oksidator (tidak mengandung oksigen). Pitting corrosion sering terjadi pada stainless steel, terutama pada lingkungan yang tidak bergerak (stasioner) dan non-oksidator (tidak mengandung oksigen).
   4) Intergranular Corrosion
         Jenis korosi ini termasuk korosi lokal. Korosi terjadi pada batas-batas butir logam. Hal ini dapat terjadi karena tingginya tingkat energi dari daerah batas butir dibandingkan dengan dari daerah pada dalam butir kristal. Korosi ini sering terjadi pada daerah sekitar las-lasan yang biasa disebut dengan Heat Affected Zone (HAZ).
   5) Selective Leaching Corrosion
         Selective leaching corrosion adalah korosi berupa pelarutan unsur-unsur tertentu dari paduan logam. Akibatnya struktur menjadi rapuh karena keropos. Contoh korosi ini adalah peristiwa dezincification (yaitu penghilangan unsur seng saja), terjadi pada logam paduan antara seng dengan tembaga (kuningan atau brass). Walaupun tidak sampai habis terkorosi, konstruksi tidak dapat beroperasi optimal, bahkan mungkin tidak dapat dipergunakan lagi.
   6) Erosion/Abrassion Corrosion
         Erosion/Abrassion corrosion adalah proses korosi yang bersamaan dengan erosi/abrasi. Korosi jenis ini biasanya menyerang peralatan yang lingkungannya adalah fluida yang bergerak, seperti aliran dalam pipa ataupun hantaman dan gerusan ombak ke kaki-kaki jetty. Keganasan fluida korosif yang bergerak diperhebat oleh adanya dua fase atau lebih dalam fluida tersebut, misalnya adanya fase liquid dan gas secara bersamaan, adanya fase liquid dan solid secara bersamaan ataupun adanya fase liquid, gas dan solid secara bersamaan. Kavitasi adalah contoh erosion corrosion pada peralatan yang berputar di lingkungan fluida yang bergerak, seperti impeller pompa dan sudu-sudu turbin. Erosion/ Abrassion corrosion juga terjadi di saluran gas-gas hasil pembakaran.
   7) Stress Corrosion Cracking (SCC)
         Stress corrosion cracking adalah cracking akibat adanya stress dan terjadinya korosi secara bersamaan. Korosi jenis ini hanya terjadi jika kedua unsur penyebabnya (yaitu stress dan lingkungan korosif) berada secara bersama-sama. SCC tidak akan ada kalau hanya ada stress atau hanya ada lingkungan korosif saja. Tipe korosi model SCC ini biasanya terjadi pada stainless steel. Hal ini disebabkan karena ketika terjadi korosi, pada permukaan logam terbentuk lapisan corrosion product berupa Cr2O3 yang merupakan bahan keramik. Ketika ada stress, maka lapis keramik tersebut tidak tahan sehingga pecah. Akibatnya, permukaan logam tidak lagi terlapisi oleh keramik dan terekspos kembali pada lingkungan yang korosif, sehingga kembali terkorosi dan membentuk lapisan oksida baru, yang selanjutnya pecah lagi oleh stress. Demikian seterusnya, sehingga terjadilah crack atau SCC yang dapat mengakibatkan pecahnya peralatan. Kegagalan peralatan begitu cepat dari sejak proses awal terjadinya SCC. Kecepatan perengkahan atau crack bisa mencapai kecepatan suara.
   8) Differential Aeration Corrosion
         Differential aeration corrosion adalah jenis korosi lokal akibat perbedaan konsentrasi oksigen dalam lingkungan korosif. Jenis korosi ini dapat dilihat misalnya pada paku yang tertancap di dinding. Bagian luar, yang berhubungan dengan lebih banyak oksigen (udara), kelihatan masih bagus; Sementara bagian dalam yang tertancap di dinding, yang kurang berhubungan dengan oksigen (udara), sudah terkorosi dengan hebat dan lapuk.
   9) Fretting Corrosion
         Fretting corrosion adalah korosi yang terjadi pada konstruksi yang bergerak dengan mengalami gesekan. Jenis korosi ini biasa terjadi pada sumbu yang berputar dan bergesekan. Material logam yang berputar dan tergesek tersebut mengalami keausan akibat gesekan dan mengalami korosi secara bersamaan. Karena sempitnya clearance maka corrosion product ikut berputar bersama logam yang terkorosi. Korosi jenis ini mengakibatkan konstruksi menjadi longgar, menambah clearance ataupun mengurangi tingkat kedapnya packing atau sealing.
   10) Filiform Corrosion
         Filiform corrosion adalah korosi yang berbentuk seperti cabang-cabang di permukaan logam yang tertutupi cat. Karateristik korosi jenis ini ialah bentuknya yang menyebar di permukaan logam dengan arah perkembangan korosi horizontal sepanjang permukaan logam dan tidak mengarah ke kedalaman logam.
   11) Corrosion Fatique
         Corrosion fatique adalah korosi sebagai akibat dari adanya lingkungan yang korosif dan tegangan luar yang berupa cyclic stress secara bersamaan. Syarat terjadinya corrosion fatique adalah sama seperti SCC, yaitu harus ada lingkungan yang bersifat korosif dan cyclic stress secara bersamaan.
   12) Hydrogen Attack
         Hydrogen attack mengakibatkan logam menjadi rapuh akibat penetrasi hidrogen ke kedalaman logam. Peristiwa perapuhan ini biasa disebut dengan hydrogen embrittlement. Logam juga bisa retak oleh invasi hidrogen.
   13) Microbiological Corrosion
         Mikribiologi dapat menyebabkan korosi, baik secara aktif melalui kegiatannya, maupun secara pasif melalui keberadaannya. Aktifitas mikroba dapat menghasilkan senyawa yang korosif akan mengkorosikan logam. Ada mikroba yang dapat hidup pada lingkungan aerobik
   14) Dew Point Corrosion
         Dew point corrosion adalah korosi yang biasa terjadi selama masa shut-down pada economizer atau bagian lain dari boiler.
2.4. Inhibitor Korosi
Inhibitor terbagi dua yaitu inhibitor organik dan inhibitor anorganik. Inhibitor organik yaitu inhibitor yang berasal dari bagian tumbuhan yang mengandung tanin. Tanin merupakan zat kimia yang terdapat pada daun, akar, kulit, buah, dan batang tumbuhan. Senyawa ekstrak bahan alam yang dijadikan inhibitor harus mengandung atom N, O, P, S, dan atom-atom yang memiliki pasangan elektron bebas. Unsur-unsur yang mengandung pasangan elektron bebas ini nantinya dapat berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa kompleks. Salah satu jenis tumbuhan yang mengandung tanin adalah teh (Camelia sinensis) yang terletak pada bagian daunnya. Sedangkan inhibitor anorganik adalah inhibitor yang diperoleh dari mineral-mineral yang tidak mengandung unsur karbon dalam senyawanya. Material dasar dari inhibitor anorganik antara lain kromat, nitrit, silikat, dan pospat. Inhibitor anorganik bersifat sebagai inhibitor anodik karena inhibitor ini memiliki gugus aktif, yaitu anion negatif yang berguna untuk mengurangi korosi. Senyawa-senyawa ini juga sangat berguna dalam aplikasi pelapisan antikorosi, tetapi mempunyai kelemahan utama, yaitu bersifat toksik. Daun teh mengandung senyawa tanin berkisar antara 7—15%. Senyawa tanin yang ada dalam daun teh inilah yang dapat berfungsi sebagai inhibitor.
Salah satu mekanisme kerja inhibitor korosi adalah melalui pembentukan lapisan molekul-molekul tunggal dari inhibitor yang teradsorpsi pada permukaan logam. Inhibitor korosi yang mampu membentuk lapisan seperti itu antara lain adalah senyawa karbon yang mengandung gugus merkapto, amina, dan/atau tiokarbamida. Kemampuan inhibisi senyawa karbon didasarkan pada kekuatan adsorpsi terhadap permukaan logam.
Sistein adalah salah satu asam amino yang berpotensi sebagai inhibitor korosi logam. Beberapa asam amino telah dilaporkan memiliki efisiensi inhibisi tinggi pada korosi besi, tembaga, paduan Cu-Ni, dan paduan Pb-Ca-Sn. Mekanisme inhibisi yang terjadi umumnya melalui pembentukan lapisan tipis yang teradsorpsi pada permukaan logam secara fisiosorpsi atau kemisorpsi. Akan tetapi, mekanisme yang diajukan tidak membahas secara faktual tentang peran dari masing-masing gugus fungsi yang terkandung dalam sistein.
2.5. Satuan Laju Korosi
Laju korosi biasanya dinyatakan dengan dua cara, yaitu:  berdasarkan kedalaman penetrasi dan berdasarkan jumlah berat yang hilang. Bebarapa besaran laju korosi yang umum digunakan adalah sebagai berikut. berdasarkan kedalaman penetrasi dan berdasarkan jumlah berat yang hilang. Bebarapa besaran laju korosi yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
1) IPY     =   Penetrasi dalam satuan in. per year
2) MPY   =   Penetrasi dalam satuan mil per year
3) IPM    =   Penetrasi dalam satuan in. per mounth
4) MMPY  =   Penentrasi dalam satuan milimeter per year
5) GMD  =   Gram per meter squere per day
6) MDD  =   Miligram per desimeter squere per day
  Satuan ini menyatakan besarnya penetrasi atau kehilangan berat dari logam tanpa mengikuti sertakan produk korosi yang masih melekat pada permukaan atau yang sudah terlarut.
2.5.  Penanggulangan Korosi
Korosi dapat dikendalikan dengan melakukan pendekatan agar mendapatkan solusi. Ada beberapa macam metode solusi pengendalian korosi antara lain:
   1) Penggunaan Bahan Tahan Karat
            Material Baja merupakan bahan logam yang banyak dipakai dalam industri konstruksi. Karena sifatnya mudah berkarat, maka sebagai            penggantinya dipilih bahan baja paduan yang tahan terhadap korosi. Jenis    logam yang banyak digunakan sebagai paduan (campuran) untuk baja adalah      chrom (Cr), Tembaga (Cu), Nikel (Ni), Vanadium (V), Molybdenum (Mo), dan Titanium (Ti). Penggunaan baja paduan (alloy steel) yang sangat mahal,tergantung dari keadaan lingkungan serta biaya yang disediakan.      Jenisbaja ini hanya bergantung pada pemakaian di tempat yang suhunya sangat             tinggi atau di lingkungan yang sangat korosif. Selain baja mutu tinggi,         sekarang banyak dipakai bahan lain yang tahan karat, seperti PVC, AC,    HDPE          dan lainlain. Bahanbahan tersebut umumnya digunakan sebagai   pengganti pipa baja yang tertanam di dalam tanah, untuk mengalirkan zat        cair.
   2) Pemakaian Lapis Pelindung
Dalam dunia teknik, biasanya terdapat materi yang dilapisi dengan pelindung agar tahan dari korosi. Tujuannya supaya bahan atau materi yang dipakai dapat bertahan lebih lama dan mengurangi kemungkinan korosi dini. Material atau bahan yang umum dipakai sebagai lapis pelindung baja antara lain.
a)    Pengecatan/cat khusus
b)    Melumuri dengan oli atau minyak
c)    Melapisi dengan plastik
d)   Melapisi dengan timah (Tin Platting)
e)    Melapisi dengan krom (Chroming Platting)
f)     Mortar (adukan) beton
g)    Lapis logam tahan korosi
            Masing-masing material atau bahan di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan, serta pemakaiannya tergantung dari lingkungan serta fungsi konstruksi yang dilindungi. Daya tahan lapis pelindung tergantung dari ketahanan dasar serta daya lekatnya pada permukaan baja. Cat merupakan lapis pelindung yang mudah rusak oleh suhu tinggi, oleh karena itu cat hanya digunakan pada suhu yang lebih rendah dari titik didih air. Agar cat dapat melekat dengan baik maka bahan yang akan dilindungi harus dibersihkan permukaannya dari kotoran sepert debu, karat, minyak, dan lain sebagainya. Di samping itu daya lekat cat dapat ditingkatkan dengan mengkasarkan permukaan baja, karena dapat memperluas bidang kontak yang akan dilindungi. Pengkasaran permukaan dilakukan dengan cara penyemprotan dengan pasir silika (sand blasting). Setelah itu permukaan baja mulai dicat dengan urutan sebagai berikut:
     a) Cat Dasar (Primer)
Lapisan cat primer ini berfungsi untuk menutup permukaan baja,     mencegah serangan korosi serta menjamin pelekatan yang baik untuk lapisan cat        berikutnya. Untuk primer, warna serta mengkilatnya cat tidak diperlukan, baru             pada lapis cat akhir diperlukan kekerasan serta warna yang baik.
     b) Cat Antara (Intermediate Coat)
Lapisan antara harus cukup tebal (sebagai pelindung cat dasar), tahan          terhadap zat kimia agresif yang dapat merusak bahan atau materi lain dan         merupakan lapis pengikat yang merata yang terletak diantara cat dasar (primer)      dengan cat akhir (finishing coat).
    c) Cat Akhir (Finish Coat)
Karena langsung terlihat, maka cat ini harus mempunyai warna yang           menarik, tahan terhadap zat kimia, permukaannya halus dan licin agar mudah      dibersihkan. Pencegahan korosi dengan cara pengecatan, umumnya digunakan   pada bangunan baja untuk industri, jembatan rangka baja, jembatan komposit    gelagar baja lantai beton. Pada jembatan komposit dengan pengecatan yang         mengikuti peraturan, yaitu pembersihan permukaan diikuti dengan lapisan cat    dasar, cat antara dan kemudian finish coat, akan mempunyai daya tahan paling            baik terhadap korosi, yaitu derajat korosinya hanya 0 sampai 1%.
Menurut pengamatan di lapangan, jembatan yang hanya dicat dengan         finish coat saja tanpa dengan primer, derajat korosinya bertambah sampai   dengan 15%. Jembatanjembatan yang menggunakan cat dasar, keadaannya     lebih baik daripada jembatan yang menggunakan finish coat saja, hal ini      disebabkan oleh primer yang dapat mencegah serangan korosi. Walaupun      perlindungan dengan cat banyak digunakan tetapi umurnya terbatas, hanya         maksimum tujuh tahun, sehingga secara periodik harus dilakukan pengecatan    ulang. Melumuri besi dengan minyak oli, salah satu cara yang banyak       digunakan untuk melindungi besi/baja pada perkakas dan mesin-mesin sehingga    bisa mengurangi atau menahan daripada serangan korosi. Melapisi besi/baja        dengan plastik akan mencegah kontak antara besi dengan air dan uap air.
Perlindungan dengan cara ini biasanya dilakukan pada rak piring, rantai      besi pagar dan lain lain. Pelapisan dengan timah (Tin Platting) digunakan      karena timah termasuk logam tahan korosi. Pelapisan timah di gunakan untuk        melapisi besi pada kaleng-kaleng kemasan makanan, missal susu kaleng,      kelamahan sistem ini ini adalah cara pelindungannya hanya efektif selama         lapisan timah masih utuh atau tidak rusak, misalnya tergores.  Pelapisan dengan Krom (Chroming Platting), pelapisan dengan krom selain berfungsi melindungi      besi/baja dari korosi, juga dapat memperbagus penampilan karena krom bersifat     mengilapkan. Mortar (adukan) beton sebagai pelapis pelindung, umumnya            digunakan pada bangunan baja yang berada di lingkungan air. Mortar beton          dapat dipakai untuk menutup bagian baja yang berada di atas elevasi terendah air surut.
Adukan beton dibuat dari campuran batu pecah halus, pasir dan semen dari            jenis yang cepat mengeras. Telah diketahui bahwa mortar beton merupakan   medium yang alkalis (basa), dimana dalam medium ini baja menjadi pasif terhadap korosi atau dengan kata lain dalam suasana basa, baja tidak akan terserang korosi. Untuk perlindungan korosi dapat juga dilakukan pelapisan baja        dengan logam. Yang telah dikenali adalah, beberapa cara pelapisan seng (Zn)      pada baja, antara lain:
1) Pelapisan dengan seng secara elektrolisis
2) Mencelupkan bahan baja kedalam cairan seng panas (hotdip galvanizing).        Sistim ini dipakai pada jembatan rangka baja buatan Inggris, Australia atau           Nederland.

3) Pelapisan baja dengan cara pengecatan dengan zinc rich paint.

Tidak ada komentar: