Halaman

Total Tayangan Halaman

Senin, 03 Maret 2014

Heat Conduction



PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
Perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam industri proses. Pada kebanyakan proses diperlukan pemasukan atau pengeluaran ka1or untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Kondisi pertama yaitu mencapai keadaan yang dibutuhkan untuk pemrosesan, terjadi umpamanya bila pengerjaan harus berlangsung pada suhu tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan jalan pemasukan atau pengeluaran kalor. Kondisi kedua yaitu mempertahankan keadaan yang dibutuhkan untuk operasi proses, terdapat pada pengerjaan eksoterm dan endoterm. Secara umum perpindahan panas merupakan berpindahnya energi panas dari satu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari perbedaan suhu diantara kedua daerah tersebut.
Secara umum ada tiga cara perpindahan panas yang berbeda yaitu: konduksi, radiasi dan konveksi. Jika kita berbicara secara tepat, maka hanya konduksi dan radiasi dapat digolongkan sebagai proses perpindahan panas, karena hanya kedua mekanisme ini yang tergantung pada beda suhu. Sedangkan konveksi tidak secara tepat memenuhi definisi perpindahan panas, karena untuk perpindahannya bergantung pada transport massa mekanik. Tetapi karena konveksi juga menghasilkan perpindahan energi dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah, maka istilah konveksi telah diterima secara umum.
Berdasarkan penyelidikan fenomena di alam, Panas itu dapat merambat dari suatu bagian ke bagian lain melalui zat atau benda yang diam. Panas juga dapat dibawa oleh partikel-partikel zat yang mengalir. Pada radiasi panas, tenaga panas berpindah melalui pancaran gelombang elektromagnetik. Ada beberapa alat penukar panas yang umum digunakan pada industri. Alat-alat penukar panas tersebut antara lain: double pipe, shell and tube, plate-frame, spiral, dan lamella. Penukar panas jenis plate and frame mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950. Banyak penelitian yang dilakukan pada penukar panas jenis ini, namun umumnya fluida operasi yang digunakan adalah air. Pada percobaan ini kita akan membahas perpindahan panas secara konduksi. Joseph Fourier adalah salah seorang yang mempelajari proses perpindahan panas secara konduksi. Pada tahun 1822, Joseph Fourier telah  merumuskan hukumnya yang berkenaan dengan konduksi. Tinjauan terhadap peristiwa konduktif dapat diambil dengan berbagai macam cara. Pada prinsipnya berakar dari hukum Fourier, mulai dari subjek yang sederhana yaitu hanya sebatang logam (composite bar). Banyak faktor yang mempengaruhi peristiwa konduksi. Diantaranya pengaruh luas penampang yang berbeda, pengaruh luas penampang yang berbeda, pengaruh geomeri, pengaruh permukaan kontak, pengaruh adanya insulasi dan lain-lainnya. Faktor-faktor tersebut nantinya akan sangat berpengaruh pula pada saat kita melakukan perhitungan dalam panas konduksi ini.
            Selain itu, sering kali ditemui kesulitan dalam membuktikan penerapan hukum Fourier untuk berbagai variasi kondisi percobaan. Oleh karena itu pada percobaan ini diatur sedemikian rupa, yakni percobaan dilakukan dalam empat tipe yang tentunya dengan  menggunakan rumus-rumus yang berbeda dan dengan asumsi-asumsi yang sesuai. Dengan demikian tentu akan mengurangi kesulitan dalam melakukan percobaan. Sehingga peristiwa perpindahan panas secara konduksi ini nantinya akan diketahui pula bagaimana hasil dari panas perhitungan yang didapat berdasarkan perhitungan hasil percobaan dengan besarnya jumlah panas yang disupplai. Hal ini tentunya akan lebih dipahami setelah percobaan mengenai panas konduksi ini dilakukan.
1.2.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah kesesuaian antar Q supply dengan Q hasil perhitungan dari rumus Fourier, mulai dari peristiwa konduksi untuk satu jenis logam sampai dengan untuk komposisi logam.
2.    Bagaimanakah pengaruh perubahan cross sectional area pada profil temperatur dan termasuk untuk menghitung koefisien perpindahan panas overall untuk masing-masing sistem konduksi.
3.    Bagaimanakah mekanisme konveksi sebagai perpindahan panas  pada liquid atau gas melalui gerakan molekul-molekulnya dan pengaruh perbedaan temperatur.
1.3. Tujuan
1.    Mengetahui prinsip dan cara kerja heat conduction apparatus.
2.    Mengetahui mekanisme dasar heat transfer khususnya secara konduksi.
3.    Mengetahui cara menghitung nilai konduktivitas termal (k) suatu material.
4.    Mengetahui aplikasi dari heat conduction apparatus di lapangan.
5.    Mengetahui penerapan hukum Fourier pada kondisi linier atau radial pada material logam.
1.4. Manfaat
1.    Untuk mengetahui dan membuktikan aplikasi dari hukum Fourier pada sistem konduksi.
2.    Dapat memahami prinsip kerja alat heat conduction apparatus.
3.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perpindahan panas suatu bahan.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Panas atau kalor adalah salah satu bentuk energi, yaitu energi panas. Jika suatu benda melepaskan kalor pada benda lain maka kalor yang diterima benda lain sama dengan kalor yang dilepas benda itu. Pernyataan ini disebut juga sebagai Asas Black, yaitu jumlah kalor yang dilepas sama dengan kalor yang diterima. Perpindahan Kalor adalah bentuk kalor yang dapat berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu  rendah. Sedangkan kalor ini merupakan suatu bentuk energy atau dapat juga didefinisikan sebagai jumlah panas yang ada dalam suatu benda. Panas dapat berpindah melalui radiasi, konveksi dan konduksi. Media yang digunakan dalam perpindahan panas bisa berupa zat padat, cair maupun udara (gas). Perpindahan panas dalam bentuk kalor dapat terjadi diberbagai tipe proses baik secara kimia maupun fisika. Perpindahan panas sering terjadi dalam berbagai unit operasi. Seperti lumber of foods, alcohol distillation, burning of fuel, dan evaporation.
2.1.  Sifat – Sifat Perpindahan Kalor
Bila dua buah benda yang memiliki temperatur yang berbeda berada dalam kontak termal, maka kalor akan mengalir dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah.
2.2.  Mekanisme Perpindahan Panas
Ada 3 cara mekanisme perpindahan panas yang dapat terjadi yaitu:
2.2.1.      Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat penghantar tanpa disertai perpindahan bagian-bagian zat itu. Perpindahan kalor dengan cara konduksi pada umumnya terjadi pada zat padat. Suatu zat dapat menghantar kalor disebut konduktor, seperti berbagai jenis logam. Sedangkan zat penghantar kalor yang buruk disebut isolator, pada umumnya benda-benda non logam. Contoh konduksi adalah memanaskan batang besi di atas nyala api. Apabila salah satu ujung besi dipanaskan, kemudian ujung yang lain dipegang, maka semakin lama ujung yang dipegang semakin panas. Hal ini menunjukkan bahwa kalor atau panas berpindah dari ujung besi yang dipanaskan ke ujung besi yang dipegang. Dalam konduksi, energi juga dapat dipindahkan oleh elektron bebas, yang mana juga cukup penting pada material solid. Contoh perpindahan panas secara konduksi yaitu perpindahan panas melalui dinding heat exchangers atau sebuah refrigerator, perlakuan panas pada steel forgins, pendinginan tanah sepanjang musim dingin, dan lain-lain.
2.2.2.  Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas yang disertai dengan perpindahan zat perantaranya. Perpindahan panas secara Konveksi terjadi melalui aliran zat, contoh yang sederhana adalah proses mencairnya es batu yang dimasukkan ke dalam air panas. Panas pada air berpindah bersamaan dengan mengalirnya air panas ke es batu. Panas tersebut kemudian menyebabkan es batunya meleleh. Contoh lainnya yaitu ketika kita sedang memasak air. Air yang berada di bagian bawah mendapatkan panas lebih dahulu, kemudian pindah ke bagian atas tempat suhu dingin, dengan demikian suhu yang dingin indah ke bawah. Begitu seterusnya sehingga kita melihat air yang dimasak itu turun naik. Untuk membuktikannya, saat memasak air, masukkan biji kacang hijau, lihat bagaimana kacang hijau tersebut bergerak naik turun. Syarat terjadinya perpindahan panas secara konveksi yaitu:
a)    Ada medium.
b)   Medium ikut berpindah.
c)    Driving force : beda temperatur.
Perpindahan panas secara konveksi antara batas benda padat dan fluida terjadi dengan adanya suatu gabungan dari konduksi dan angkutan (transport) massa. Jika batas tersebut bertemperatur lebih tinggi dari fluida, maka panas terlebih dahulu mengalir secara konduksi dari benda padat ke partikel-partikel fluida di dekat dinding. Energi yang di pindahkan secara konduksi ini meningkatkan energi di dalam fluida dan terangkut oleh gerakan fluida. Bila partikel-partikel fluida yang terpanaskan itu mencapai daerah yang temperaturnya lebih rendah, maka panas berpindah lagi secara konduksi dari fluida yang lebih panas ke fluida yang lebih dingin.  Konveksi dibedakan menjadi 2 yaitu:
a.    Konveksi Alami yaitu proses perpindahan  kalor  melalui  zat  yang  disertai  perpindahan partikel – partikel zat tersebut akibat perbedaan massa jenis.
b. Konveksi Paksa yaitu proses perpindahan kalor melalui suatu zat yang disertai dengan perpindahan partikel – partikel zat tersebut akibat suatu paksaan terhadap
partikel bersuhu tinggi tersebut.
2.2.3. Radiasi
          Radiasi adalah perpindahan panas tanpa melalui perantara. Untuk memahami ini, dapat kita lihat kehidupan kita sehari-hari. Ketika matahari bersinar terik pada siang hari, maka kita akan merasakan gerah atau kepanasan. Ketika kita duduk dan mengelilingi api unggun, kita  merasakan hangat walaupun tidak bersentukan dengan apinya secara langsung. Dalam kedua peristiwa di atas, terjadi perpindahan panas yang dipancarkan oleh asal panas tersebut sehingga disebut dengan Radiasi. Contoh lainnya yaitu ketika kita mendekatkan tangan kita pada bola lampu yang sedang menyala. Rasa panas lampu akan memengaruhi tangan kita sehingga tangan kita terasa panas. Hal ini menunjukkan bahwa rasa panas dari lampu dipindahkan secara radiasi atau pancaran.         Radiasi merupakan  istilah yang digunakan untuk perindahan energi melalui ruang oleh gelombang-gelombang elektromagnetik. Jika radiasi melalui ruang kosong, ia tidak ditranformasikan menjadi kalor atau bentuk-bentuk lain energi, dan ia tidak pula akan terbelok dari lintasannya. Tetapi sebaliknya,  bila terdapat zat pada lintasannya, radiasi itu akan mengalami transmisi (diteruskan), refleksi (dipantulkan), dan absorpsi (diserap).
2.3.  Perpindahan Panas Secara Konduksi
          Perpindahan energi yang terjadi pada medium yang diam ( padat atau zat yang mengalir) apabila ada gradien temperature dalam media tersebut. Laju perpindahan panas konduksi melalui suatu lapisan material  dengan ketebalan tetap adalah berbanding lurus dengan beda suhu di pangkal dan ujung lapisan tersebut, berbandung lurus dengan luas permukaan tegak lurus arah perpindahan panas dan berbanding terbalik dengan ketebalan lapisan.  
Hukum Fourier menyatakan bahwa laju perpindahan kalor dengan sistem konduksi dinyatakan dengan :
a. Gradien temperatur dalam arah-dinyatakan dengan, dT/ dx.
b. Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran kalor, A.
Rumus Hukum Fourier:
     . . . . . . . . .   (1)
Dimana:
Qx  = laju perpindahan kalor ( Watt )
k     = konduktivitas thermal, merupakan sifat material (W/m.C)
A     = luas penampang yang tegak lurus denga arah laju perpindahan kalor (m2)
dT/dx = Gradien temperatur dalam arah x (C/m)
Alasan pemberian tanda minus (-) pada rumus konduksi hukum Fourier adalah jika temperatur menurun pada arah-x positif, dT/dx adalah negative, kemudian Qx menjadi nilai positif dikarenakan kehadiran dari tanda negatif, sehingga laju kalor berada pada arah-x positif dan jika temperatur meningkat pada arah-x positif, dT/dx adalah positif, Qx berubah menjadi negatif, dan aliran kalor berada pada arah-adalah negatif, Qmerupakan nilai positif, aliran kalor berada pada arah-x positif, dan sebaliknya.
Hukum Fourier untuk heat konduksi ini sesuai untuk seluruh jenis solid, liquid dan gas. Koefisien k adalah sifat transport dari suatu material dan disebut thermal conductivity,  sesuai untuk beberapa analisa. Kuantitas Ax adalah luas permukaan normal untuk arah x. Jika T(x,y,z) adalah suatu fungsi multi dimensi, hukum Fourier menjadi suatu vektor.
. . . . .  (2)
atau           . . . . . . . (3)
Kasus-kasus Persaman Konduksi :
1.          Persamaan Fourier (tanpa konversi energi dalam)
. . . . . . (4)
2.      Persamaan Poison (keadaan steady state dengan    konversi energi)
. . . . .  (5)
3.       Persamaan Laplace (Keadaan staedy state tanpa konversi energi dalam)
 . . . . . (6)
            Banyak peristiwa – peristiwa terjadinya konduksi yang sering kita temui,dapat kita jadikan contoh antara lain adalah peristiwa kehilangan energi dari ruangan yang dipanaskan terhadap udara luar melalui dinding .
Dinding tersebut memisahkan udara dalam ruangan dengan udara luar pada suatu medium yang dingin, peristiwa dicelupkannya besi dengan tiba-tiba kedalam air panas, peristiwa ini menyebabkan besi tersebut menjadi panas sebagai akibat dari adanya konduksi energi dari air panas melalui besi tersebut.
Peristiwa ini dapat memindahkan energi dari daerah panas ke daerah dingin dari substansi dengan interaksi molekuler. Dalam fluida pertukaran energi adalah dengan persentuhan secara langsung. Dalam solid, mekanisme yang utama adalah vibrasi lattice relatif.  Terjadinya peristiwa perpindahan energi dari suatu bagian bertemperatur tinggi ke bagian bertemperatur rendah, disebabkan jika pada suatu benda terdapat gradien suhu (temperature gradient). Sehingga dapat  katakan bahwa energi berpindah secara konduksi (conduction) atau hantaran dan bahwa laju perpindahan kalor itu berbanding dengan gradien suhu normal  :
                                
Persamaan Fourier digunakan untuk  menghitung  perpindahan jumlah energi per unit waktu. Energi dikonduksi dalam muka kiri + panas digenerasi dalam elemen sama dengan perubahan dalam energi dalam + energi yang dikonduksi muka kanan luar.
Energi muka dalam kiri  =      . . . .  (7)
Energi digenerasi dalam elemen  =  q . A . d
Energi muka kanan luar    =  qx  +  dx






 




                                       . . . . . (8)
Dimana :
q = energi digenerasi perunit volum, W/m3
c = spesifik panas dari material, J/Kg . oC
r= density, Kg/m3
Selanjutnya, kombinasi dari hubungan yang diberikan diatas  :
                                                                                      . . . . . (9)

Persamaan Energi,
 . . . .  (10)
2.4.  Indirect Contact
Alat penukar kalor kontak tak langsung Pada alat ini fluida panas tidak berhubungan langsung (indirect contact) dengan fluida dingin. Jadi proses perpindahan panasnya itu mempunyai media perantara, seperti pipa, plat, atau peralatan jenis lainnya. Misalnya kondensor, ekonomiser air preheater dan lain-lain. Perpindahan panas terjadi antar fluida melalui dinding pemisah. Dalam sistem ini kedua fluida akan    mengalir, kalor mengalir dari fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah. Salah satu bentuk dari  indirect contact adalah ekonomiser terdiri dari pipa-pipa air yang di tempatkan pada lintasan gas asap setelah pipa evaporator. Pipa-pipa ekonomiser dibuat dari bahan baja atau besi tuang yang sanggup untuk menahan panas dan tekanan tinggi. Ekonomiser berfungsi untuk memanaskan air pengisi sebelum memasuki steam drum dan evaporator sehingga proses penguapan lebih ringan dengan memanfaatkan gas buang dari HRSG yang masih tinggi sehingga memperbesar efisiensi HRSG karena dapat memperkecil kerugian panas pada HRSG tersebut. Air yang masuk pada evaporator sudah pada temperatur tinggi sehingga pipa-pipa evaporator tidak mudah rusak karena perbedaan temperatur tidak terlalu tinggi.
Definisi dari  Indirect Contact adalah panas pada dinding menuju fluida, selain itu juga didalam peristiwa itu timbul pula Energi Difisasi yaitu, energi yang ditambahkan terhadap fluida yang perpindahan panasnya mengalir tergantung pada media pipanya. Didalam ilmu Teknik Kimia, media pemanas tersebut terdiri dari tiga bagian yaitu :
a.       Panas Laten (Constant Wall Temperatur)
Merupakan panas yang ada di pipa sama secara keseluruhan (konstan dimana – mana), temperatur konstan, tetapi terjadi perubahan fase.
b.      Panas Sensible (Linier Wall Temperatur)
Dimana yang terjadi adalah temperatur didalam pipa berbeda/berubah dan tidak terjadi perubahan fase.
c.       Energi Listrik (Constant Wall Heat Flux)
Panas yang ditimbulkan oleh listrik pada dindingnya (pipa) menimbulkan pipa menjadi panas yang sama.
Persamaan :                    P     =    I2  .  R            . . . .  (11)
R    =   L/A              . . . . (12)
2.5.  Konduksi Steady State Pada One Dimensional
Steady state merupakan  kondisi ketika beberapa variabel proses seperti tekanan, temperatur, letak atau posisi tidak berubah terhadap waktu yang diberikan. Keadaan steady state ini sangat diharapkan dalam terjadinya suatu proses. Dengan keadaan steady state, suatu proses akan semakin mudah diatur dan direncanakan. Keadaan unsteady state seringkali tidak diharapkan karena akan mempersulit perencanaan proses. Hal tersebut dikarenakan adanya aspek ketidakpastian baik dari segi teknis maupun non teknis. Oleh karena itu, keadaan steady yang paling diharapkan oleh para perancang proses. Pada heat conduction, keadaan konduksi panas pada keadaan steady state dibedakan menjadi dua yaitu one dimensional dan multidimensional.Pada keadaan steady state one dimensional, beberapa hal akan diabaikan. Pada sistem ini kita akan mengabaikan  kerja tambahan yang akan diberikan pada sistem  dan sistem tidak boleh berubah berubah atau tidak ada akumulasi, sehingga pada kasus inihukum thermodinamika I dapat dituliskansebagai berikut : dQ / dT = 0
Dari persamaan tersebutdapat ditarik kesimpulan bahwa penmbahan panas atau kerja haruslah seimbang dengan panas yang tereduksi atau yang hilang pada batas sistem. One-dimensional berarti bahwa variabel yang terdapat pada sistem seperti t atau waktu, hanya berbeda pada satu dimensi atau spasi koordinat, hal tersebut biasanya kita dinotasikan dengan x. Hukum Fourier mengatakan bahwa sistem satu dimensi ini dapat diaplikasikan untuk mengembangkan persamaan hukum  thermodinamika I akan  menjadi persamaan-persamaan  yang lain termasuk
persamaan differensial biasa pertama dalam notasi x.
Pada bagian dalam dan luar dinding boundary kita asumsikan bahwa sistem tersebut terisolasi. Apabila pada permukaan dalam dan luar temperaturnya dinyatakan sama, pendekatan satu dimensi terbagi menjadi tiga bentuk,pendekatan tersenut diantaranya adalah sebagai berikut.
a.    Hollow sphere
b.    Hollow cylinder panjang
c.    Plane slab tipis
Dalam kasus konduksi terdapat beberapa persamaan yang dibuat untuk menghitung konduktivitas dalam one dimensional. Ada tiga persamaan yang dibuat oleh para ahli untuk menghitung konduktivitas steady state pada keadaan one dimensional. Persamaan tersebut terbagi menjadi tiga yaitu persamaan Fourier, persamaan Poisson, dan persamaan Laplace. Persamaan-persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut:
1.      Persamaan Fourier (tanpa konversi internal energy). Persamaan Fourier dituliskan dalam bentuk sebagai berikut
                                                                                               . . . . . . (13)

2. PersamaanPoisson (keadaan steady dengan konversi internal energy). Persamaan Poisson dituliskan dalam bentuk sebagai berikut.
                                                                                                             . . . . (14)

3. Persamaan Laplace (keadaan steady tanpa konversi internal energy). Persamaan Laplace dituliskan dalam bentuk sebgai berikut.
                                                                                                . . . . . (15)

2.6. Konduktivitas Thermal
Termal konduktivitas adalah proses untuk memindahkan energi dari bagian yang panas kebagian yang dingin dari substansi oleh interaksi molecular. Dalam fluida, pertukaran energi utamanya dengan tabrakan langsung. Pada solid, mekanisme utama adalah vibrasi molecular. Konduktor listrik yang baik juga merupakan  konduktor panas  yang baik pula. Persamaan yang berlaku untuk  aliran
panas konduksi, pertama kali dinyatakan fourier, sebagai berikut :
. . . .  (16)
Persamaan yang pertama kali diatas merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas termal. Berdasarkan rumusan itu maka kita dapat melaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk gas-gas pada suhu agak rendah, pengolahan analitis teori kinetika gas dapat dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai  yang diamati dalam percobaan. Untuk meramalkan konduktivitas termal zat cair dan zat padat, ada teori yang dapat digunakan dalam beberapa situasi tertentu, tetapi pada umumnya, dalam zat cair dan zat padar terdapat banyak masalah yang masih memerlukan penjelasan.
Thermal conductivity tergantung pada suhu dan ketergantungan agak kuat untuk berbagai konstruksi dan bahan teknik lainnya. Ketergantungan ini biasanya dinyatakan dengan suatu hubungan linier. Akan tetapi suhu rata-rata bahan itu sering tidak diketahui. Hal ini pada umumnya benar untuk dinding berlapis banyak, dimana halnya beda suhu menyeluruh yang pada mulanya ditentukan. Dalam hal-hal demikian,jika data memungkinkan, masalah ditangani dengan mengandaikan nilai-nilai yang dianggap wajar untuk suhu-suhu antar muka, sehingga k untuk masing-masing bahan bisa didapatkan dan fluks kalor per satuan luas dapat ditentukan. Dengan menggunakan nilai yang didapatkan, nilai-nilai yang diandaikan untuk suhu antar muka dapat diperbaiki dengan menerapkan Hukum Fourier pada setiap lapisan, dimulai dengan suhu permukaan yang diketahui.
Prosedur ini dapat diulangi terus hingga didapatkan kesamaan yang memuaskan antara suhu antar muka yang sebelumnya dengan nilai-nilai baru yang didapatkan dari perhitungan. Distribusi untuk dinding datar yang konduktivitas termalnya berbanding lurus dengan suhu, didapatkan secara analitis, sedangkan perhitungan untuk dinding silinder, k tergantung secar linier pada suhu. Mekanisme fisis konduksi energi-termal dalam zat cair secara kualitatif tidak berbeda dari gas : namun, situasinya menjadi jauh lebih rumit karena molekul-molekulnya lebih berdekatan satu sama lain, sehingga medan gaya molekul lebih besar pengaruhnya pada pertukaran energi dalam proses tubrukan molekul. Dalam sistem satuan inggris aliran kalor dinyatakan dalam satuan termal inggris per jam, (Btu/h), luas permukaan dalam kaki (foot) persegi, dan suhu dalam derajat Fahrenheit. Dengan demikian satuan konduktivitas termal adalah Btu/h . ft. oF
konstanta kesebandingan dimiliki oleh setiap material. Dalam bentuk matematiknya dengan menganggap bahwa temperatur bervariasi dalam arah –x yang dinotasikan dengan :
              . . .  . (17)
atau
        . . . . (18)
dimana :
dt/dx   =  Gradien temperatur dalam arah-x
A         =  Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran kalor
qx         =  Laju perpindahan kalor ( Watt ),
k          =  Konduktivitas thermal
hukum Fourier untuk konduksi panas ini sesuai untuk seluruh jenis solid, liquid, dan gas. Koefisien k adalah sifat transport dari suatu material dan disebut thermal conductivity,  sesuai untuk beberapa analisa. Kuantitas Ax adalah luas permukaan normal untuk arah x. jika T (x,y,z) adalah suatu fungsi multi dimensi, Hukum Fourier menjadi suatu vector :
          . . . . (19)
atau
     . . . .  (20)
dimana :
dT/dx  =  Gradien temperatur dalam arah-x
dT/dy  =  Gradien temperatur dalam arah-y
dT/dz   =  Gradien temperatur dalam arah-z
         =  Laju perpindahan kalor
k          =  Konduktivitas thermal
bila bahan/material adalah isontropis maka konduktivitasnya tidak bervariasi terhadap arah x, catatan bahwa tanda negatif pada persamaan Fourier diatas diperoleh dari Hukum II Termodinamika untuk meyakinkan bahwa laju panas positif dalam arah penurunan temperatur (dari daerah panas kedaerah dingin).
Gradien suhu (temperatur gradient) yang terdapat dalam suatu bahan homogen akan menyebabkan perpindahan energi didalam medium itu, yang lajunya dapat dihitung dengan :
*      . . . . (21)
dimana :
 = gradien suhu dalam arah normal (tegak lurus) terhadap bidang A
K         = konduktivitas termal
Jika profil suhu didalam medium itu bersifat linier, maka gradien suhu itu (merupakan turunan parsial) dapat diganti dengan :

. . . .  (22)
dimana :       
T         =    Gradien suhu
x        =     Jarak
sifat linier seperti ini selalu ditemukan pada medium homogen yang mempunyai k tertentu dalam perpindahan kalor benda itu termasuk titik-titik pada permukaan benda. Jika suhu berubah terhadap waktu, tentulah ada energi yang menumpuk atau dikeluarkan dari benda itu. Laju penumpukan energi itu adalah :
    . . . .  (23)
dimana :
m                   =   Massa zat
dT/dx            =   Gradien temperatur dalam arah-x
   Dari proses ini, pemisahan variable dan diintegrasi persamaan Fourier dimana arah gradien ialah x menghasilkan :
.. . . .  (24)
atau
     . . . . (25)
dimana :
         =  Laju perpindahan kalor
k          =  Konduktivitas thermal
A         =  Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
T          = Temperatur kalor
Persamaan ini dapat disusun kembali sehingga menghasilkan :
             . . . . (26)
dimana :
         =  Laju perpindahan kalor
k          =  Konduktivitas thermal
A         =  Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
T          = Temperatur kalor
Perhatikan bahwa tahan terhadap aliran kalor berbanding lurus dengan tebal bahan, tetapi berbanding terbalik dengan konduktivitas termal bahan dan berbanding terbalik dengan luas yang tegak lurus terhadap arah perpindahan kalor. Dalam keadaan steady, laju perpindahan kalor yang masuk melalui permukaan kiri sama dengan yang keluar dari muka kanan. Maka :
        dan         
Kedua persamaan ini memberikan :
         . . . . (27)
dimana :
         =  Laju perpindahan kalor
k          =  Konduktivitas thermal
A         =  Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
T          = Temperatur kalor
Kedua persamaan diatas menggambarkan analogi antara perpindahan kalor konduksi dan aliran arus listrik, dan analogi ini berakar pada kesamaan antara hukum Fourier dan hukum Ohm. Hukum Fourier dapat dengan mudah dinyatakan sebagai :
Konduktivitas tergantung pada sifat bahan yang berbeda–beda, diantaranya :
1)      Konduktivitas termal zat padat
Konduktivitas thermal logam dalam fase padat yang diketahui komposisinya bergantung terutama pada suhu saja. Konduktivitas thermal logam dalam jangkau suhu yang    cukup luas biasanya dinyatakan dengan rumus  :
K  =  ko  ( 1 +  bθ  +  cθ2 )          . . . . . (28)
dimana :   
θ     =   T- T rujukan dan
ko   =   konduktivitas pada suhu rujukan T rujukan.
Kisaran suhu ini, pada berbagai penerapan teknik, biasanya cukup kecil, biasanya hanya beberapa ratus derajat, sehingga :
K  =  Ko  ( 1 + h0 )                    . . . . . (29)
dimana :
θ     =   T- T rujukan dan
ko   =   konduktivitas pada suhu rujukan T rujukan.
k          =  Konduktivitas thermal pada zat padat
Konduktivitas thermal bahan yang homogen biasanya sangat bergantung pada densitas lindak semu (aparent bulk density), yaitu massa bahan dibagi dengan volume total.
2)      Konduktivitas termal zat cair
Dalam hal ini k bergantung pada suhu, tetapi tidak peka terhadap tekanan. Konduktivitas thermal kebanyakan zat cair berkurang bila suhu makin tinggi, kecuali air dimana k bertambah sampai 300oF dan berkurang pada suhu yang lebih tinggi. Air mempunyai konduktivitas thermal paling tinggi diantara semua zat-cair, kecuali logam cair.
3)      Konduktivitas termal gas
Pada suhu yang semakin tinggi pada tekanan disekitar tekanan atmosfir, maka konduktivitas thermal akan semakin bertambah. Hampir tidak dipengaruhi oleh tekanan jika berada pada tekanan tinggi yaitu pada saat tekanan mendekati kritis atau lebih tinggi lagi. Adapun gas yang terpenting pada konduktivitas termal ini ialah udara dan uap air.
2.7.  Peristiwa Konduksi Untuk Sistem Radial
Sebuah dinding satu lapis, berbentuk silinder, terbuat dari bahan homogen dengan konduktivitas termal tetap dan suhu permukaan dalam dan suhu permukaan luar seragam. Pada jari-jari tertentu luas yang tegak lurus terhadap aliran kalor konduksi radial adalah 2prL, dimana L adalah panjang silinder.
      Contoh yamg umum untuk sistem ini adalah silinder, yang memiliki permukaan luar dan permukaan dalam yang diekspos pada fluida yang memilki perbedaan temperatur. Laju energi yang dikonduksikan melalui sebuah permukaan silinder adalah
                            qr        =         
         =    . . . . .  (30)
dimana :      
         =  Laju perpindahan kalor
k          =  Konduktivitas thermal
A         =  Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
dt/dx   =   Gradien temperatur dalam arah-x
          Laju perpindahan panas qr adalah konstan pada arah radial. Kita dapat menghitung distribusi temperatur di dalam silinder dengan memecahkan persamaan dengan memakai asumsi bahwa k adalah konstan. Temperatur pada arah r dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :
T(r) =          . . . . .  (31)
dimana :
T = Temperatur
Distribusi temperatur yang dianalogikan dengan konduksi  radial pada sebuah
didinding silinder adalah tidak linier. Laju perpindahan panas pada silinder adalah
qr    =          . . . .  (32)
dimana :
qr          =          Laju Perpindahan Panas pada selinder
k          =          Konduktivitas thermal bahan
r           =          Jari jari silinder
Dari persamaan ini bentuk persamaan dari tahanan termal adalah :
Rt, cond     =                   . . . .  (33)
dimana :
Rt, cond      =    Tahanan Termal
L            =     Ketebalan Bahan
K           =     Konduktivitas Termal
r             =     Jari jari
2.8. Perpindahan Panas Konduksi Pada Dinding Berlapis                                              
          Perpindahan panas terbagi menjadi beberapa kondisi. Salah satu yang paling rumit ialah perpindahan panas pada dinding berlapis. Dianggap paling rumit karena dinding berlapis memiliki konduktivitas bahan yang berbeda-beda disetiap bahan lapisan yang digunakan.Rangkaian termal biasa digunakanyaitu pada sistem yang kompleks, seperti dinding berlapis. Dinding berlapis semdiri terdiri dari beberapa jenis rangkaian. Rangkaian tersebut terdiri dari beberapa rangkaian seri maupun rangkaian paralel yangsetiap lapisan memiliki material yang berbeda. Laju perpindahan panas pada sistem tersebut dapat dituliskan dalam beberapa persamaan. Laju perpindahan panas satu dimensi untuk sistem tersebut dinyatakan sebagai berikut :
       qx           =         . . . . .  (34)
                     qx           =        . . . . . (35)
keterangan :
L          =  Luas permukaan bidang dinding berlapis
r           = Jari  - jari silinder dinding berlapis
qx         = Laju perpindahan panas dinding berlapis
k          = Konduktivitas thermal bahan masing-masing dalam kA,k B,k C

Tidak ada komentar: