PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam
industri proses. Pada kebanyakan proses diperlukan pemasukan atau pengeluaran
ka1or untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses
berlangsung. Kondisi pertama yaitu mencapai keadaan yang dibutuhkan untuk
pemrosesan, terjadi umpamanya bila pengerjaan harus berlangsung pada suhu
tertentu dan suhu ini harus dicapai dengan jalan pemasukan atau pengeluaran
kalor. Kondisi kedua yaitu mempertahankan keadaan yang dibutuhkan untuk operasi
proses, terdapat pada pengerjaan eksoterm dan endoterm. Secara umum perpindahan panas merupakan berpindahnya energi panas dari
satu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari perbedaan suhu diantara kedua
daerah tersebut.
Secara umum ada tiga cara perpindahan panas yang berbeda yaitu: konduksi,
radiasi dan konveksi. Jika kita berbicara secara tepat, maka hanya konduksi dan
radiasi dapat digolongkan sebagai proses perpindahan panas, karena hanya kedua
mekanisme ini yang tergantung pada beda suhu. Sedangkan konveksi tidak secara
tepat memenuhi definisi perpindahan panas, karena untuk perpindahannya bergantung
pada transport massa mekanik. Tetapi
karena konveksi juga menghasilkan perpindahan energi dari daerah yang bersuhu
lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah, maka istilah konveksi telah diterima
secara umum.
Berdasarkan penyelidikan fenomena di alam, Panas itu dapat merambat dari
suatu bagian ke bagian lain melalui zat atau benda yang diam. Panas juga
dapat dibawa oleh partikel-partikel zat yang mengalir. Pada radiasi panas,
tenaga panas berpindah melalui pancaran gelombang elektromagnetik. Ada
beberapa alat penukar panas yang umum digunakan pada industri. Alat-alat
penukar panas tersebut antara lain: double pipe, shell and tube,
plate-frame, spiral, dan lamella. Penukar
panas jenis plate and frame mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950.
Banyak penelitian yang dilakukan pada penukar panas jenis ini, namun umumnya
fluida operasi yang digunakan adalah air.
Pada percobaan ini kita akan membahas perpindahan panas secara konduksi.
Joseph Fourier adalah salah seorang yang mempelajari proses
perpindahan panas secara konduksi. Pada tahun 1822, Joseph Fourier
telah merumuskan hukumnya yang berkenaan
dengan konduksi. Tinjauan terhadap peristiwa konduktif dapat diambil dengan
berbagai macam cara. Pada prinsipnya berakar dari hukum Fourier, mulai dari
subjek yang sederhana yaitu hanya sebatang logam (composite bar). Banyak faktor yang mempengaruhi peristiwa
konduksi. Diantaranya pengaruh luas penampang yang berbeda, pengaruh luas
penampang yang berbeda, pengaruh geomeri, pengaruh permukaan kontak, pengaruh
adanya insulasi dan lain-lainnya. Faktor-faktor
tersebut nantinya akan sangat berpengaruh pula pada saat kita melakukan
perhitungan dalam panas konduksi ini.
Selain
itu, sering kali ditemui kesulitan dalam membuktikan penerapan hukum Fourier
untuk berbagai variasi kondisi percobaan. Oleh karena itu pada percobaan ini
diatur sedemikian rupa, yakni percobaan dilakukan dalam empat tipe yang
tentunya dengan menggunakan rumus-rumus
yang berbeda dan dengan asumsi-asumsi yang sesuai. Dengan demikian tentu akan
mengurangi kesulitan dalam melakukan percobaan. Sehingga peristiwa perpindahan panas secara
konduksi ini nantinya akan diketahui pula bagaimana hasil dari panas
perhitungan yang didapat berdasarkan perhitungan hasil percobaan dengan besarnya
jumlah panas yang disupplai. Hal
ini tentunya akan lebih dipahami setelah percobaan mengenai panas konduksi ini
dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
kesesuaian antar Q supply dengan Q
hasil perhitungan dari rumus
Fourier, mulai dari peristiwa konduksi untuk satu jenis logam sampai dengan untuk komposisi logam.
2.
Bagaimanakah
pengaruh perubahan cross sectional area
pada profil temperatur dan termasuk untuk menghitung koefisien perpindahan
panas overall untuk masing-masing
sistem konduksi.
3.
Bagaimanakah
mekanisme konveksi sebagai perpindahan panas
pada liquid atau gas melalui gerakan molekul-molekulnya dan pengaruh
perbedaan temperatur.
1.3. Tujuan
1.
Mengetahui prinsip dan cara kerja heat conduction apparatus.
2.
Mengetahui mekanisme dasar heat transfer khususnya secara konduksi.
3.
Mengetahui cara menghitung nilai konduktivitas termal
(k) suatu material.
4.
Mengetahui aplikasi dari heat conduction apparatus di
lapangan.
5.
Mengetahui penerapan hukum Fourier pada kondisi linier atau
radial pada material logam.
1.4. Manfaat
1.
Untuk
mengetahui dan membuktikan aplikasi dari hukum Fourier pada sistem konduksi.
2.
Dapat
memahami prinsip kerja alat heat
conduction apparatus.
3.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perpindahan panas suatu bahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Panas atau kalor adalah salah satu bentuk energi, yaitu energi panas.
Jika suatu benda melepaskan kalor pada benda lain maka kalor yang diterima
benda lain sama dengan kalor yang dilepas benda itu. Pernyataan ini disebut
juga sebagai Asas Black, yaitu jumlah kalor yang dilepas sama dengan kalor yang
diterima. Perpindahan Kalor adalah bentuk kalor yang dapat berpindah dari benda
yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Sedangkan kalor ini
merupakan suatu bentuk energy atau dapat juga didefinisikan sebagai jumlah
panas yang ada dalam suatu benda. Panas dapat berpindah melalui radiasi,
konveksi dan konduksi. Media yang digunakan dalam perpindahan panas bisa berupa
zat padat, cair maupun udara (gas). Perpindahan panas dalam bentuk kalor dapat
terjadi diberbagai tipe proses baik secara kimia maupun fisika. Perpindahan
panas sering terjadi dalam berbagai unit operasi. Seperti lumber of foods, alcohol distillation, burning of fuel, dan
evaporation.
2.1.
Sifat – Sifat Perpindahan Kalor
Bila dua buah benda yang memiliki temperatur yang berbeda
berada dalam kontak termal, maka kalor akan mengalir dari benda yang
bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah.
2.2.
Mekanisme Perpindahan Panas
Ada 3 cara mekanisme
perpindahan panas yang dapat terjadi yaitu:
2.2.1.
Konduksi
Konduksi adalah
perpindahan kalor melalui zat penghantar tanpa disertai perpindahan
bagian-bagian zat itu. Perpindahan kalor dengan cara konduksi pada umumnya
terjadi pada zat padat. Suatu zat dapat menghantar kalor disebut konduktor,
seperti berbagai jenis logam. Sedangkan zat penghantar kalor yang buruk disebut
isolator, pada umumnya benda-benda non logam. Contoh konduksi adalah memanaskan batang besi di atas nyala api.
Apabila salah satu ujung besi dipanaskan, kemudian ujung yang lain dipegang,
maka semakin lama ujung yang dipegang semakin panas. Hal ini menunjukkan bahwa
kalor atau panas berpindah dari ujung besi yang dipanaskan ke ujung besi yang
dipegang. Dalam konduksi, energi
juga dapat dipindahkan oleh elektron bebas, yang mana juga cukup penting pada
material solid. Contoh perpindahan panas secara konduksi yaitu perpindahan
panas melalui dinding heat exchangers
atau sebuah refrigerator, perlakuan panas pada steel forgins, pendinginan tanah sepanjang musim dingin, dan
lain-lain.
2.2.2.
Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas yang disertai dengan perpindahan zat
perantaranya. Perpindahan panas secara Konveksi terjadi melalui aliran zat, contoh
yang sederhana adalah proses mencairnya es batu yang dimasukkan ke dalam air
panas. Panas pada air berpindah bersamaan dengan mengalirnya air panas ke es
batu. Panas tersebut kemudian menyebabkan es batunya meleleh. Contoh lainnya
yaitu ketika kita sedang memasak air. Air yang berada di bagian bawah
mendapatkan panas lebih dahulu, kemudian pindah ke bagian atas tempat suhu
dingin, dengan demikian suhu yang dingin indah ke bawah. Begitu seterusnya
sehingga kita melihat air yang dimasak itu turun naik. Untuk membuktikannya,
saat memasak air, masukkan biji kacang hijau, lihat bagaimana kacang hijau
tersebut bergerak naik turun. Syarat terjadinya perpindahan panas secara
konveksi yaitu:
a)
Ada medium.
b)
Medium ikut berpindah.
c) Driving force : beda temperatur.
Perpindahan panas secara
konveksi antara batas benda padat dan fluida terjadi dengan adanya suatu
gabungan dari konduksi dan angkutan (transport) massa. Jika batas tersebut
bertemperatur lebih tinggi dari fluida, maka panas terlebih dahulu mengalir
secara konduksi dari benda padat ke partikel-partikel fluida di dekat dinding.
Energi yang di pindahkan secara konduksi ini meningkatkan energi di dalam
fluida dan terangkut oleh gerakan fluida. Bila partikel-partikel fluida yang
terpanaskan itu mencapai daerah yang temperaturnya lebih rendah, maka panas
berpindah lagi secara konduksi dari fluida yang lebih panas ke fluida yang
lebih dingin. Konveksi dibedakan menjadi 2 yaitu:
a.
Konveksi Alami yaitu proses perpindahan kalor
melalui zat yang
disertai perpindahan partikel –
partikel zat tersebut akibat perbedaan massa jenis.
b. Konveksi
Paksa yaitu proses perpindahan kalor melalui suatu zat yang disertai dengan
perpindahan partikel – partikel zat tersebut akibat suatu paksaan terhadap
partikel bersuhu tinggi tersebut.
2.2.3. Radiasi
Radiasi
adalah perpindahan panas tanpa melalui perantara. Untuk memahami ini, dapat
kita lihat kehidupan kita sehari-hari. Ketika matahari bersinar terik pada
siang hari, maka kita akan merasakan gerah atau kepanasan. Ketika kita duduk
dan mengelilingi api unggun, kita merasakan hangat walaupun tidak bersentukan
dengan apinya secara langsung. Dalam kedua peristiwa di atas, terjadi
perpindahan panas yang dipancarkan oleh asal panas tersebut sehingga disebut
dengan Radiasi. Contoh lainnya yaitu ketika kita mendekatkan tangan kita pada
bola lampu yang sedang menyala. Rasa panas lampu akan memengaruhi tangan kita
sehingga tangan kita terasa panas. Hal ini menunjukkan bahwa rasa panas dari
lampu dipindahkan secara radiasi atau pancaran. Radiasi merupakan istilah yang digunakan untuk perindahan
energi melalui ruang oleh gelombang-gelombang elektromagnetik. Jika radiasi
melalui ruang kosong, ia tidak ditranformasikan menjadi kalor atau
bentuk-bentuk lain energi, dan ia tidak pula akan terbelok dari lintasannya.
Tetapi sebaliknya, bila terdapat zat
pada lintasannya, radiasi itu akan mengalami transmisi (diteruskan), refleksi
(dipantulkan), dan absorpsi (diserap).
2.3.
Perpindahan
Panas Secara Konduksi
Perpindahan
energi yang terjadi pada medium yang diam ( padat atau zat yang mengalir)
apabila ada gradien temperature dalam media tersebut. Laju perpindahan panas
konduksi melalui suatu lapisan material dengan ketebalan tetap adalah
berbanding lurus dengan beda suhu di pangkal dan ujung lapisan tersebut,
berbandung lurus dengan luas permukaan tegak lurus arah perpindahan panas dan
berbanding terbalik dengan ketebalan lapisan.
Hukum Fourier
menyatakan bahwa laju perpindahan kalor dengan sistem konduksi dinyatakan
dengan :
a. Gradien temperatur dalam
arah-x dinyatakan dengan, dT/ dx.
b. Luas perpindahan kalor
arah normal pada arah aliran kalor, A.
Rumus Hukum
Fourier:
. . . . . . . . . (1)
Dimana:
Qx = laju
perpindahan kalor ( Watt )
k
= konduktivitas thermal, merupakan sifat material (W/m.C)
A
= luas penampang yang tegak lurus denga arah laju perpindahan kalor (m2)
dT/dx = Gradien temperatur dalam arah x (C/m)
Alasan pemberian tanda minus (-) pada rumus konduksi hukum Fourier adalah
jika temperatur menurun pada arah-x positif, dT/dx adalah negative,
kemudian Qx menjadi nilai positif
dikarenakan kehadiran dari tanda negatif, sehingga laju kalor berada pada arah-x positif
dan jika temperatur meningkat pada arah-x positif, dT/dx adalah
positif, Qx berubah menjadi negatif, dan aliran
kalor berada pada arah-x adalah negatif, Qx merupakan
nilai positif, aliran kalor berada pada arah-x positif, dan sebaliknya.
Hukum Fourier untuk heat konduksi ini sesuai untuk seluruh
jenis solid, liquid dan gas. Koefisien k adalah sifat transport dari suatu
material dan disebut thermal conductivity, sesuai untuk
beberapa analisa. Kuantitas Ax adalah luas permukaan normal untuk
arah x. Jika T(x,y,z) adalah suatu fungsi multi dimensi, hukum Fourier
menjadi suatu vektor.
. . . . . (2)
atau . . . . . . . (3)
Kasus-kasus
Persaman Konduksi :
1.
Persamaan
Fourier (tanpa konversi energi dalam)
. . . . . . (4)
2.
Persamaan Poison (keadaan steady state dengan konversi energi)
. . . . . (5)
3. Persamaan Laplace (Keadaan staedy state
tanpa konversi energi dalam)
. . . . . (6)
Banyak
peristiwa – peristiwa terjadinya konduksi yang sering kita temui,dapat kita
jadikan contoh antara lain adalah peristiwa kehilangan energi dari ruangan yang
dipanaskan terhadap udara luar melalui dinding .
Dinding tersebut memisahkan udara dalam
ruangan dengan udara luar pada suatu medium yang dingin, peristiwa
dicelupkannya besi dengan tiba-tiba kedalam air panas, peristiwa ini menyebabkan
besi tersebut menjadi panas sebagai akibat dari adanya konduksi energi dari air
panas melalui besi tersebut.
Peristiwa ini dapat memindahkan energi
dari daerah panas ke daerah dingin dari substansi dengan interaksi molekuler.
Dalam fluida pertukaran energi adalah dengan persentuhan secara langsung. Dalam
solid, mekanisme yang utama adalah vibrasi
lattice relatif. Terjadinya
peristiwa perpindahan energi dari suatu bagian bertemperatur tinggi ke bagian
bertemperatur rendah, disebabkan jika pada suatu benda terdapat gradien suhu (temperature gradient). Sehingga
dapat katakan bahwa energi berpindah
secara konduksi (conduction) atau
hantaran dan bahwa laju perpindahan kalor itu berbanding dengan gradien suhu
normal :
Persamaan Fourier digunakan untuk
menghitung perpindahan jumlah
energi per unit waktu. Energi dikonduksi dalam muka kiri + panas digenerasi
dalam elemen sama dengan perubahan dalam energi dalam + energi yang dikonduksi
muka kanan luar.
Energi muka dalam kiri = . . . .
(7)
Energi digenerasi dalam elemen = q . A . d
Energi muka kanan luar = qx + dx
. . . . .
(8)
Dimana :
q = energi digenerasi perunit volum, W/m3
c = spesifik panas dari material, J/Kg . oC
r= density, Kg/m3
Selanjutnya, kombinasi dari hubungan yang diberikan diatas :
. . . . . (9)
Persamaan Energi,
. . . .
(10)
2.4. Indirect
Contact
Alat penukar kalor kontak tak langsung
Pada alat ini fluida panas tidak berhubungan langsung (indirect contact) dengan fluida dingin. Jadi proses perpindahan
panasnya itu mempunyai media perantara, seperti pipa, plat, atau peralatan
jenis lainnya. Misalnya kondensor, ekonomiser air preheater dan lain-lain. Perpindahan panas terjadi antar fluida melalui dinding
pemisah. Dalam sistem ini kedua fluida akan mengalir, kalor
mengalir dari fluida yang bertemperatur tinggi ke fluida yang bertemperatur
rendah. Salah satu
bentuk dari indirect contact adalah ekonomiser terdiri dari pipa-pipa
air yang di tempatkan pada lintasan gas asap setelah pipa evaporator. Pipa-pipa ekonomiser dibuat dari bahan baja atau besi
tuang yang sanggup untuk menahan panas dan tekanan tinggi. Ekonomiser berfungsi
untuk memanaskan air pengisi sebelum memasuki steam drum dan evaporator
sehingga proses penguapan lebih ringan dengan memanfaatkan gas buang dari
HRSG yang masih tinggi sehingga memperbesar efisiensi HRSG karena dapat
memperkecil kerugian panas pada HRSG tersebut. Air yang masuk pada evaporator
sudah pada temperatur tinggi sehingga pipa-pipa evaporator tidak
mudah rusak karena perbedaan temperatur tidak terlalu tinggi.
Definisi
dari
Indirect Contact adalah panas pada dinding menuju fluida, selain itu
juga didalam peristiwa itu timbul pula Energi Difisasi yaitu, energi yang ditambahkan terhadap fluida yang
perpindahan panasnya mengalir tergantung pada media pipanya. Didalam ilmu Teknik
Kimia, media pemanas tersebut terdiri dari tiga bagian yaitu :
a. Panas
Laten (Constant Wall Temperatur)
Merupakan panas yang ada di pipa sama secara
keseluruhan (konstan dimana – mana), temperatur konstan, tetapi terjadi
perubahan fase.
b. Panas
Sensible (Linier Wall Temperatur)
Dimana yang terjadi adalah temperatur didalam pipa
berbeda/berubah dan tidak terjadi perubahan fase.
c. Energi
Listrik (Constant Wall Heat Flux)
Panas yang ditimbulkan oleh listrik pada dindingnya
(pipa) menimbulkan pipa menjadi panas yang sama.
Persamaan : P
= I2 . R . . . . (11)
R = L/A . . . . (12)
2.5.
Konduksi
Steady State Pada One Dimensional
Steady state merupakan kondisi ketika beberapa variabel proses seperti
tekanan, temperatur, letak atau posisi tidak berubah terhadap waktu yang
diberikan. Keadaan steady state ini sangat diharapkan dalam
terjadinya suatu proses. Dengan keadaan steady
state, suatu proses akan semakin mudah diatur dan direncanakan. Keadaan unsteady state seringkali tidak diharapkan
karena akan mempersulit perencanaan proses. Hal tersebut dikarenakan adanya
aspek ketidakpastian baik dari segi teknis maupun non teknis. Oleh karena itu,
keadaan steady yang paling diharapkan oleh para perancang proses. Pada heat conduction, keadaan konduksi panas
pada keadaan steady state dibedakan
menjadi dua yaitu one dimensional dan
multidimensional.Pada keadaan steady
state one dimensional, beberapa hal akan diabaikan. Pada
sistem ini kita akan mengabaikan kerja tambahan yang akan diberikan pada
sistem dan sistem tidak boleh berubah berubah atau tidak ada akumulasi, sehingga pada kasus inihukum thermodinamika I dapat
dituliskansebagai berikut : dQ / dT
= 0
Dari persamaan
tersebutdapat ditarik kesimpulan bahwa penmbahan panas atau kerja haruslah
seimbang dengan panas yang tereduksi atau yang hilang pada batas sistem. One-dimensional berarti bahwa variabel yang terdapat pada
sistem seperti t atau waktu, hanya
berbeda pada satu dimensi atau spasi koordinat, hal tersebut biasanya kita dinotasikan dengan x. Hukum Fourier mengatakan bahwa sistem satu dimensi ini dapat diaplikasikan untuk
mengembangkan persamaan hukum thermodinamika I akan menjadi persamaan-persamaan yang lain termasuk
persamaan differensial biasa pertama
dalam notasi x.
Pada bagian dalam dan luar dinding boundary kita asumsikan bahwa sistem tersebut terisolasi. Apabila pada permukaan dalam dan luar temperaturnya dinyatakan sama,
pendekatan satu dimensi
terbagi menjadi tiga bentuk,pendekatan tersenut diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Hollow sphere
b. Hollow cylinder panjang
c. Plane slab tipis
Dalam kasus konduksi
terdapat beberapa persamaan yang dibuat untuk menghitung konduktivitas dalam one dimensional. Ada tiga persamaan yang
dibuat oleh para ahli untuk menghitung konduktivitas steady state pada keadaan one
dimensional. Persamaan tersebut terbagi menjadi tiga yaitu persamaan Fourier, persamaan Poisson, dan persamaan Laplace.
Persamaan-persamaan tersebut dituliskan sebagai berikut:
1. Persamaan Fourier (tanpa konversi internal
energy).
Persamaan Fourier dituliskan dalam
bentuk sebagai berikut
. . . . . . (13)
2. PersamaanPoisson (keadaan steady dengan konversi internal energy). Persamaan Poisson dituliskan dalam bentuk sebagai berikut.
. . . . (14)
3. Persamaan
Laplace (keadaan steady tanpa konversi internal energy). Persamaan Laplace dituliskan dalam bentuk sebgai berikut.
.
. . . . (15)
2.6. Konduktivitas Thermal
Termal
konduktivitas adalah proses untuk memindahkan energi dari bagian yang panas
kebagian yang dingin dari substansi oleh interaksi molecular. Dalam fluida, pertukaran energi utamanya dengan tabrakan
langsung. Pada solid, mekanisme utama adalah vibrasi molecular. Konduktor listrik yang baik juga merupakan konduktor
panas yang baik pula. Persamaan yang berlaku untuk aliran
panas
konduksi, pertama kali dinyatakan fourier,
sebagai berikut :
. . . . (16)
Persamaan yang pertama kali
diatas merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas termal. Berdasarkan
rumusan itu maka kita dapat melaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk
menentukan konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk gas-gas pada suhu agak
rendah, pengolahan analitis teori kinetika gas dapat dipergunakan untuk
meramalkan secara teliti nilai-nilai
yang diamati dalam percobaan. Untuk meramalkan konduktivitas termal zat
cair dan zat padat, ada teori yang dapat digunakan dalam beberapa situasi
tertentu, tetapi pada
umumnya, dalam zat cair dan zat padar terdapat banyak masalah yang masih
memerlukan penjelasan.
Thermal conductivity tergantung pada suhu dan ketergantungan
agak kuat untuk berbagai konstruksi dan bahan teknik lainnya. Ketergantungan
ini biasanya dinyatakan dengan suatu hubungan linier. Akan tetapi suhu rata-rata bahan itu sering
tidak diketahui. Hal ini pada umumnya benar untuk dinding berlapis banyak,
dimana halnya beda suhu menyeluruh yang pada mulanya ditentukan. Dalam hal-hal
demikian,jika data memungkinkan, masalah ditangani dengan mengandaikan
nilai-nilai yang dianggap wajar untuk suhu-suhu antar muka, sehingga k untuk masing-masing bahan
bisa didapatkan dan fluks kalor per
satuan luas dapat ditentukan. Dengan menggunakan nilai yang didapatkan,
nilai-nilai yang diandaikan untuk suhu antar muka dapat diperbaiki dengan
menerapkan Hukum Fourier pada setiap
lapisan, dimulai dengan suhu permukaan yang diketahui.
Prosedur ini dapat
diulangi terus hingga didapatkan kesamaan yang memuaskan antara suhu antar muka
yang sebelumnya dengan nilai-nilai baru yang didapatkan dari perhitungan.
Distribusi untuk dinding datar yang konduktivitas termalnya berbanding lurus
dengan suhu, didapatkan secara analitis, sedangkan perhitungan untuk dinding
silinder, k tergantung secar linier pada suhu. Mekanisme fisis konduksi
energi-termal dalam zat cair secara kualitatif tidak berbeda dari gas : namun,
situasinya menjadi jauh lebih rumit karena molekul-molekulnya lebih berdekatan
satu sama lain, sehingga medan gaya molekul lebih besar pengaruhnya pada
pertukaran energi dalam proses tubrukan molekul. Dalam sistem satuan inggris
aliran kalor dinyatakan dalam satuan termal inggris per jam, (Btu/h), luas
permukaan dalam kaki (foot) persegi,
dan suhu dalam derajat Fahrenheit.
Dengan demikian satuan konduktivitas termal adalah Btu/h . ft. oF
konstanta kesebandingan
dimiliki oleh setiap material. Dalam bentuk matematiknya dengan menganggap
bahwa temperatur bervariasi dalam arah –x yang dinotasikan dengan :
. . . . (17)
atau
. . . . (18)
dimana :
dt/dx = Gradien
temperatur dalam arah-x
A =
Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran kalor
qx
= Laju perpindahan kalor ( Watt ),
k
= Konduktivitas
thermal
hukum Fourier untuk
konduksi panas ini sesuai untuk seluruh jenis solid, liquid, dan gas. Koefisien
k adalah sifat transport dari suatu material dan disebut thermal conductivity, sesuai untuk
beberapa analisa. Kuantitas Ax adalah luas permukaan normal untuk
arah x. jika T (x,y,z) adalah suatu fungsi multi dimensi, Hukum Fourier menjadi suatu vector :
. . . . (19)
atau
.
. . . (20)
dimana :
dT/dx =
Gradien temperatur dalam arah-x
dT/dy =
Gradien temperatur dalam arah-y
dT/dz =
Gradien temperatur dalam arah-z
q =
Laju perpindahan kalor
k
= Konduktivitas
thermal
bila
bahan/material adalah isontropis maka konduktivitasnya tidak bervariasi
terhadap arah x, catatan bahwa tanda negatif pada persamaan Fourier diatas diperoleh dari Hukum II
Termodinamika untuk meyakinkan bahwa laju panas positif dalam arah penurunan
temperatur (dari daerah panas kedaerah dingin).
Gradien suhu (temperatur gradient)
yang terdapat dalam suatu bahan homogen akan menyebabkan perpindahan energi
didalam medium itu, yang lajunya dapat dihitung dengan :
. . . . (21)
dimana :
= gradien suhu
dalam arah normal (tegak lurus) terhadap bidang A
K =
konduktivitas termal
Jika profil suhu didalam medium itu bersifat linier, maka gradien suhu
itu (merupakan turunan parsial) dapat diganti dengan :
. . . . (22)
dimana
:
T =
Gradien suhu
x =
Jarak
sifat linier seperti ini
selalu ditemukan pada medium homogen yang mempunyai k tertentu dalam
perpindahan kalor benda itu termasuk titik-titik pada permukaan benda. Jika
suhu berubah terhadap waktu, tentulah ada energi yang menumpuk atau dikeluarkan
dari benda itu. Laju penumpukan energi itu adalah :
. . .
. (23)
dimana :
m = Massa zat
dT/dx = Gradien
temperatur dalam arah-x
Dari
proses ini, pemisahan variable dan diintegrasi persamaan Fourier dimana arah gradien ialah x menghasilkan :
.. . . .
(24)
atau
atau
. . .
. (25)
dimana :
q =
Laju perpindahan kalor
k
= Konduktivitas
thermal
A =
Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
T =
Temperatur kalor
Persamaan ini
dapat disusun kembali sehingga menghasilkan :
.
. . . (26)
dimana :
q =
Laju perpindahan kalor
k
= Konduktivitas
thermal
A =
Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
T =
Temperatur kalor
Perhatikan bahwa tahan terhadap aliran kalor berbanding lurus dengan
tebal bahan, tetapi berbanding terbalik dengan konduktivitas termal bahan dan
berbanding terbalik dengan luas yang tegak lurus terhadap arah perpindahan
kalor. Dalam keadaan steady, laju perpindahan
kalor yang masuk melalui permukaan kiri sama dengan yang keluar dari muka
kanan. Maka :
dan
Kedua persamaan
ini memberikan :
. . . . (27)
dimana :
q =
Laju perpindahan kalor
k
= Konduktivitas
thermal
A =
Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
T =
Temperatur kalor
Kedua persamaan diatas menggambarkan analogi antara
perpindahan kalor konduksi dan aliran arus listrik, dan analogi ini berakar
pada kesamaan antara hukum Fourier
dan hukum Ohm. Hukum Fourier dapat
dengan mudah dinyatakan sebagai :
Konduktivitas tergantung pada sifat bahan yang
berbeda–beda, diantaranya :
1)
Konduktivitas termal zat padat
Konduktivitas thermal logam dalam fase
padat yang diketahui komposisinya bergantung terutama pada suhu saja.
Konduktivitas thermal logam dalam jangkau suhu yang cukup luas biasanya dinyatakan dengan rumus :
K = ko ( 1 +
bθ
+ cθ2 ) . . . . . (28)
dimana :
θ = T- T rujukan dan
ko = konduktivitas pada suhu rujukan T rujukan.
Kisaran suhu ini, pada berbagai penerapan teknik,
biasanya cukup kecil, biasanya hanya beberapa ratus derajat, sehingga :
K = Ko ( 1
+ h0 ) . . .
. . (29)
dimana :
θ = T- T rujukan dan
ko = konduktivitas pada suhu rujukan T rujukan.
k
= Konduktivitas thermal pada zat padat
Konduktivitas
thermal bahan yang
homogen biasanya sangat bergantung pada densitas lindak semu (aparent bulk density), yaitu massa bahan
dibagi dengan volume total.
2) Konduktivitas
termal zat cair
Dalam hal ini k bergantung pada suhu,
tetapi tidak peka terhadap tekanan. Konduktivitas
thermal kebanyakan zat cair berkurang bila suhu makin tinggi, kecuali air
dimana k bertambah sampai 300oF dan berkurang pada suhu yang lebih
tinggi. Air mempunyai konduktivitas thermal paling tinggi diantara semua
zat-cair, kecuali logam cair.
3)
Konduktivitas termal gas
Pada suhu yang semakin tinggi pada tekanan
disekitar tekanan atmosfir, maka konduktivitas
thermal akan semakin bertambah. Hampir tidak
dipengaruhi oleh tekanan jika berada pada tekanan tinggi yaitu pada saat
tekanan mendekati kritis atau lebih tinggi lagi. Adapun gas yang terpenting
pada konduktivitas termal ini ialah udara dan uap air.
2.7.
Peristiwa
Konduksi Untuk Sistem Radial
Sebuah
dinding satu lapis, berbentuk silinder, terbuat dari bahan homogen dengan
konduktivitas termal tetap dan suhu permukaan dalam dan suhu permukaan luar
seragam. Pada jari-jari tertentu luas yang tegak lurus terhadap aliran kalor
konduksi radial adalah 2prL, dimana L adalah panjang silinder.
Contoh yamg umum untuk sistem ini adalah
silinder, yang memiliki permukaan luar dan permukaan dalam yang diekspos pada
fluida yang memilki perbedaan temperatur. Laju energi yang dikonduksikan
melalui sebuah permukaan silinder adalah
qr =
= . . . . .
(30)
dimana
:
q =
Laju perpindahan kalor
k
= Konduktivitas thermal
A =
Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran
dt/dx = Gradien temperatur dalam arah-x
Laju
perpindahan panas qr
adalah konstan pada arah radial. Kita
dapat menghitung distribusi temperatur di dalam silinder dengan memecahkan
persamaan dengan memakai asumsi bahwa k
adalah konstan. Temperatur
pada arah r dapat dicari dengan
persamaan sebagai berikut :
T(r) = . . . . .
(31)
dimana :
T = Temperatur
Distribusi temperatur yang
dianalogikan dengan konduksi radial pada
sebuah
didinding silinder adalah tidak linier. Laju
perpindahan panas pada silinder adalah
qr = . . . .
(32)
dimana :
qr = Laju
Perpindahan Panas pada selinder
k = Konduktivitas
thermal bahan
r
= Jari jari silinder
Dari persamaan ini bentuk persamaan dari tahanan
termal adalah :
Rt,
cond = . . . . (33)
dimana :
Rt, cond =
Tahanan Termal
L = Ketebalan
Bahan
K = Konduktivitas
Termal
r = Jari
jari
2.8. Perpindahan Panas Konduksi Pada Dinding Berlapis
Perpindahan panas terbagi menjadi
beberapa kondisi. Salah satu yang paling rumit ialah perpindahan panas pada
dinding berlapis. Dianggap paling rumit karena dinding berlapis memiliki
konduktivitas bahan yang berbeda-beda disetiap bahan lapisan yang digunakan.Rangkaian
termal biasa digunakanyaitu pada sistem yang
kompleks, seperti dinding berlapis. Dinding berlapis semdiri terdiri dari beberapa jenis rangkaian.
Rangkaian tersebut terdiri dari beberapa rangkaian seri maupun rangkaian paralel yangsetiap lapisan memiliki
material yang berbeda.
Laju perpindahan panas pada sistem tersebut dapat dituliskan dalam beberapa
persamaan. Laju perpindahan panas satu dimensi untuk sistem tersebut dinyatakan sebagai berikut :
qx = . . . . . (34)
qx =
. . . . . (35)
keterangan :
L = Luas permukaan bidang dinding berlapis
r
= Jari - jari silinder dinding berlapis
qx = Laju perpindahan panas dinding berlapis
k = Konduktivitas
thermal bahan masing-masing dalam kA,k B,k C
Tidak ada komentar:
Posting Komentar